<div style='background-color: none transparent;'></div>

Derita Anak - anak Jalanan

Thursday, July 4, 2013

Oleh Theresia Fransiska Tekege )*
Saat ini, dengan  semakin terbukanya Papua menerima arus transmigrasi, imigran gelap dari luar Papua yang tidak terkendali, ada fenomena yang patut kita cermati. Fenomena itu menyangkut anak-anak jalanan asli Papua: berambut keriting, berkulit hitam.
Banyak anak jalanan di beberapa Kabupaten/kota di Papua, yang tidak terurus kehidupannya. Mereka berpindah-pindah bahkan hingga keluar kota untuk memperoleh nafkah, demi hidup. Banyak kerja mereka: mengais sampah, mengambil dan memungut barang bekas yang dapat dijual kembali, seprti kaleng, botol, dll. Bila kita bicara soal keadaan mereka, jelas memprihatinkan. Baju mereka tidak layak pakai. Tempat tidur mereka di jalanan, emperan toko. Karton jadi kasur mereka. Karung jadi tas mereka. Hanya satu d yang ada di pikiran mereka: makan untuk terus hidup.
Hidup sebagai anak jalanan, bila diteliti, sebenarnya tidak diingini siapapun, termasuk oleh para anak jalanan ini. Mereka terpaksa menjadi anak-anak jalanan karena berbagai faktor.
Misalnya saja, anak menjadi korban kekerasan orang tuanya atau keluarganya mengalami kekurangan ekonomi, sehingga menjadikan anak ingin mencari nafkah sendiri dan bebas dari orang tuanya. Jadilah anak itu menjadi anak jalanan.  Tidak ada yang melindungi kehidupan anak jalanan, sehingga anak jalanan biasanya dijadikan sebagai sasaran dan korban kekerasan oleh orang yang tidak berperasaan dan tidak bertanggungjawab.
Kekerasan tidak hanya berasal dari orang dewasa, namun juga bisa terjadi kekerasan antar anak jalanan. Berbagai kekerasan yang dilakukan sangat beragam mulai dari mereka dimintai uang, dipukuli, diperkosa bahkan dijebloskan di penjara. Sungguh miris kehidupan anak jalanan di pelosok Papua.
Banyak suka dan duka yang dialami oleh anak jalanan. Sukanya, sebagai anak jalanan dapat mencari uang sendiri, misalnya dengan bekerja menjadi pengamen dan pekerjaan tersebut kehidupan ekonomi mereka tercukupi. Selain itu dapat menambah teman sesama anak jalanan.
Dukanya, saat ada razia polisi terhadap anak- anak jalanan. Mereka tidak mengetahui kapan razia tersebut akan ada. Ketika polisi datang untuk menangkap anak jalanan, mereka berlari dan bersembunyi. Namun, diantara mereka ada yang tertangkap oleh polisi  kemudian dibawa ke kantor polisi. Di kantor polisi anak jalanan yang tertangkap dipukuli oleh polisi.
Mestinya, Bentuk perhatian dari kita kepada mereka adalah dengan cara membina  mereka agar memahami  norma dan nilai, dibekali dengan ketrampilan, misalnya adalah ketrampilan untuk berwiraswasta agar dapat bekerja dengan masyarakat sekitar. Sehingga mereka tidak perlu lagi mencari uang di jalanan. Dan bila turun jalan, ya dengan cara halal.
Bila ingin jujur, ada beberapa pihak yang menanggung dosa dari derita anak-anak jalanan ini. Merekalah penyebab dari munculnya kelompok jalanan ini. Dan beberapa pihak berikut adalah yang mengganggu keseimbangan pikiran, perasaan, dan pemberian hukuman yang berlebihan membuat keseimbangan pikir, rasa, cipta mereka terganggu, dan mencari kebebasan dengan menjadi anak jalanan.
Pertama, keluarga. Karena keluarga disharmonis, atau kurang memberi perhatian cukup kepada mereka. Bisa jadi hal ini membuat mereka menjadi liar di jalanan. Bahkan, bisa juga mereka (anak jalanan) dipaksa bekerja dijalanan untuk membantu  perekonomian keluarga sehingga mereka tidak memiliki waktu untuk bermain.
Kedua, Kekerasan fisik dari orang tua, sesama anak jalanan, aparat pemerintah, dll. Ketiga, Kekerasan psikologis oleh orang tua, sesama anak jalanan, masyarakat atau aparat pemerintah.
Keempat, Tidak ada jaminan atas pemenuhan dan perlindungan hak-hak dasar anak, terutama pada aspek kesehatan, pendidikan dan kelangsungan hidup.
Kelima, Anak jalanan selalu diibaratkan dengan premanisme, anak nakal, bahkan dijadikan alat untuk melakukan kejahatan. Sehingga, polisi, keamanan, hukum, selalu dihadapkan kepada anak jalanan ini.
Di sisi lain, akses anak-anak jalanan terhadap jaminan kesehatan, perlindungan terhadap kekerasan, pendidikan, kelangsungan hidup yang lebih baik, belum mendapat perhatian yang benar-benar oleh berbagai pihak.
Motivasi dari pihak-pihak tertentu sangat mereka butuhkan juga  agar menumbuhkan rasa ingin maju dalam menjalani kehidupan.
Saya melihat, justru Kasih sayang, pengerimaan kelompok anak ajalanan ini, dan keterbukaan kita, penghargaan kita kepada mereka sebagaimanusia, juga kepedulian kitalah yang mereka butuhkan.
Kan ini zaman Otsus. Mengapa uang triliunan itu tidak bisa menyentuh mereka, dengan menyediakan asrama buat mereka, dimana mereka dibina mental dan moral, sehingga menjadi manusia Papua yang berkualitas?
Jangan remehkan masalah ini. Anak jalanan di Papua, hampir semua anak asli Papua, generasi muda Papua. Baigmana nasib Papua ke depan bila generasi mudanya demikian? Harus ada perubahan. Pemda mesti buka mata. Ini tidak benar. Fenomena ini tidak bisa dibiarkan berlarut.
Penulis adalah Mahasiswi Papua, kuliah di Universitas Sains dan Teknologi Jayapura (USTJ), Jayapura, Papua.
Continue Reading | comments

Uncen dan LSM Papua Diminta Bertanggung Evaluasi Otsus

Beberapa pemuda memiikul mayat Otsus Papua saat demontrasi pengembalian Otsus 2007 lalu yang melibatkan ribuan rakyat Papua. Foto: Ist
Nabire, Universitas Cenderawasih (Uncen) Jayapura dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dianggap  pihak yang mestinya bertanggung atas status quo  evaluasi menyeruruh implementasi  Undang-Undang Nomor  21 Tahun 2001 tentang Otonomi  Khusus selama 12 tahun. Dinilai, para intelektual Papua dari Uncen dan LSM di Papua dianggap diam tanpa  melakukan evaluasi  menyeruruh atas kegagalan implementasi.

Hal itu mengemuka dalam diskusi terbuka Dewan Adat Meepago di Nabire kemarin, Selasa, (02/07/13). Diskusi berlangsung dengan melibatkan tokoh-tokoh adat, tokoh masyarakat, tokoh agama, dan beberapa tokoh intelektual di wilayah tengah tanah Papua.

"Kami masih ingat, saat itu akademisi dari Uncen dan aktivis LSM  dipimpin Frans A. Wospakrik melakukan penjaringan aspirasi rakyat ke seluruh Kabupaten dan Kota. Hasilnya, mereka seminarnya di Gedung Olahraga Cenderawasih Jayapura, pada 2829 Maret 2000. Hasilnya untuk pembuatan draft Undang-Undang Otsus Papua, " kata R.B. Edowai pada diskusi itu.

Kata Edowai, saat itu tantangan pembuatan UU Otsus itu bukan saja datang dari rakyat Papua, tapi juga dari Jakarta. Para elite politik di Jakarta sangat berhati-hati dan mencurigai rencana penerapan Otsus di Papua, sehingga proses pembahasan draft UU menjadi UU Otsus berjalan sangat alot. Karena dikhawatirkan akan mempercepat Papua berpisah, merdeka dari Indonesia.

"Dalam keadaan pro dan kontra itu, Ketua Presidium Dewan Papua Theys Hiyo Eluay diculik dan dibunuh oleh Komando Pasukan Khusus (Kopassus) pada 10 November 2001. Sepuluh hari kemudian, UU Otsus ditandatangani Presiden Megawati Soekarnoputri, pada 21 November 2001 di Jakarta. Akhirnya UU Otsus diterapkan secara resmi di Papua 1 Januari 2002," tuturnya.

Mengemuka, sudah lebih dari 12 tahun ini, tiga hal yang menjadi dasar pembentukan UU Otsus itu tidak dilakukan dengan konsisten dan konsekuen. Pertama, tuntutan rakyat bangsa Papua untuk merdeka  dengan pelurusan sejarah masuknya Papua dalam Republik Indonesia. Kedua,  berbagai pelanggaram HAM selama Bangsa Papua berintegrasi. Ketiga, ketidakadilan pembangunan bidang pendidikan, ekonomi, kesehatan dan infrastruktur.

Dinilai para intelektual Papua dari Uncen dan LSM di Papua paling bertanggung jawab atas penderitaan rakyat Papua atas kegagalan Otsus. "Kenapa mereka diam saat rakyat berteriak. Kenapa anak-anak terbaik yang lahir dari mama-mama Papua itu tidak melakukan evaluasi secara ilmiah," kata Edoway pada diskusi yang dihadiri tokoh-tokoh adat  itu.

Lebih jauh dipaparkan, akibat dari lemahnya para intelektual  Papua dari Uncen dan LSM di Papua, Jakarta seenaknya memberikan tawaran-tawaran yang tidak menjawab persoalan orang Papua, misalnya Unit Percepatan Pembangunan Papua dan Papua Barat (UP4B) dan sekarang wacara Otsus Plus.

"Otsus  Plus ini ide SBY karena dia tidak mampu selesaikan masalah Papua yang belum berakhir selama 50 tahun ini. Kita tahu to, Otsus Plus itu dikasih oleh SBY kepada  Gubernur saat mereka ketemu  tanggal 29 April 2013 lalu  di Jakarta. SBY tidak mampu melakukan dialog yang diminta oleh rakyat Papua," kata salah satu peserta diskusi,  A. Murib.

Kata Murib, mestinya para intelektual Papua dari Uncen dan LSM di Papua melakukan kajian lebih dahulu soal kegagalan Otsus dengan melibatkan semua pihak. Pihak yang harus dilibatkan adalah orang Jakarta,  Pemda Papua,  tokoh  agama, tokoh adat, orang pendatang, TNI, Polri, orang Papua di luar Papua, dan  Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat.

"Kami belum duduk sama-sama baru Jakarta kasih Otsus Plus. Aneh. Apalagi, kami telah dengar  Gubernur Provinsi Papua Lukas Enemb bilang  implementasi Otsus di Papua selama 12 tahun terakhir telah gagal.  Lalu, sekarang DPRP mau evaluasi, MRP juga mau evaluasi, Jakarta juga melalui Mendagri melakukan evaluasi. Kami  tahu semua ini hanya untuk  gol-kan hadiah SBY kepada Enembe, yaitu Otsus Plus," kata Murib.

Pantauan majalahselangkah.com,  diskusi yang berjalan 3 jam lebih itu berakhir  dengan menghasilkan satu kesimpulan dan satu rekomendasi.

"Kebijakan apa pun yang ditawarkan oleh Jakarta, termasuk Otsus Plus atau  Undang-Undang Pemerintahan Papua tidak akan pernah sukses di tanah Papua karena selalu dilakukan sepihak tanpa melibatka semua pihak di tanah Papua secara terbuka," demikian kesimpulan diskusi sore itu.

Berdasarkan kesimpulan itu, Dewan Adat Meepago merekomendasikan kepada para intelektual Papua dari Uncen dan LSM di Papua melakukan evaluasi menyeluruh secara akademik dengan melibatkan semua pihat. Hasil evaluasi itulah kemudian disosialisasikan dan dilakukan dialog rakyat di tanah Papua (Provinsi Papua dan Papua Barat) untuk  menentukan apakah harus Otsus Plus, Dialog, atau lainnya. (GE/S27/MS).
sumber: http://majalahselangkah.com
Continue Reading | comments

Enyalah dari Tanah Air Kami

Wednesday, July 3, 2013

Oleh Deserius Goo )*
Ketika menciptakan bumi, Allah juga telah menciptakan segala yang ada diatas muka bumi ini. Makluk termulia yang diciptakan Tuhan adalah manusia. Kita diberi tugas, menjaga dan dan menguasai  semua ciptaan Tuhan.
Ketika menciptakan manusia, Tuhan telah menempatkan setiap bangsa masing-masing pada daerahnya. Orang Jawa di ciptakan untuk menjaga, menguasai, mengelola tanah Jawa dan semua yang ada di tanah Jawa. Orang Makassar pun demikian. Juga orang Sunda, dan bangsa lainnya di dunia.
Dengan adil, Tuhan telah memberi setiap bangsa, tanah, dimana di atas tanah itu, mereka hidup dan berkembangbiak.
Sebagai manusia, makluk ciptaan Tuhan yang paling mulia dari semua ciptaan lainnya, kita diciptakan BUKAN untuk saling merampas dan saling mencuri tanah milik bangsa lain.
Kita juga diciptakan bukan untuk  membunuh bangsa lain, menjajah bangsa lain. Menguasai bangsa lain.
Saya  manusia yang terlahir sebagai orang Papua, berambut keriting, kulit hitam dari rumpun Melanesia, saya memunyai tanah Papua. Papua itu tanah milik saya, dan itulah tanah pusaka, tumpah darah saya.
Kami bangsa Papua diciptakan Tuhan di atas tanah Papua, untuk dapat mengolah tanah Papua, menjaga dan menguasai, untuk kemakmuran kami.
Perlu anda ketahui, tanah dan bangsa Papua sekali kali TIDAK PERNAH diciptakan untuk dijajah dan dijarah kekayaan alamnya oleh bangsa lain. Tanah Papua bukan diciptakan untuk dikuras dan ieksploitasi bangsa asing.
Setelah Papua dianeksasi paksa RI, inilah yang terjadi: Sesuai dengan apa yang di katakan oleh pemerinta pusat indonesia melalui Kementriaan Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM)  mengatakan bahwa, saat ini RI sudah membuka pintu Investasi untuk investor di wilaya timur indonesia. Yakni papua untuk mengeksplorasi miyak dan gas bumi (Migas).
Saya saat ini tanya sama RI, tanah Papua milik siapa? RI punya hak apa membuka tanah Papua untuk investor asing? Ingat RI, tanah Papua adalah tanah adat pemberian Tuhan Yang Maha Esa, untuk selnjutnya dijadikan  milik bangsa  Papua, bukan milik anda.
Saya ingin bilang, Pemerintan pusat dan Pemerintah provinsi stop mengklain tanah tanah adat Papua menjadi sebagai tanah RI. Tanah Papua diciptakan Tuhan untuk bangsa Papua. Bangsa Papua punya hak penuh untuk akses atas tanah Papua.
Mulai saat ini, STOP tindakan brutal anda, mengambil tanah adat milik Bangsa Papua dengan seenakmu, untuk kaugunakan demi kepentingan ekonomimu, demi perutmu, dengan mengorbankan hak bangsa Papua yang mana adalah pemilik hak penuh untuk akses atas tanah Papua. Anda telah mencuri nak kami atas tanah dan kekayaan alam kami.
Setiap kali aku turun jalan, kau tidak merespon. Tak ada jawaban pasti. Stop bungkam ruang demokrasi di tanah Papua. Kami bangsa Papua adalah manusia, sama dengan kamu. Hanya ras kita yang berbeda.
Kita sama-sama manusia, sederajat. Ko stop tipu saya. Ko stop klaim tanah Papua yang adalah milik saya itu sebagai milik kamu. RI, kau punya hak apa atas tanah adat Papua milik saya? Tidak ada hak apapun!
Indonesia dan antek-anteknya di atas tanah Papua, enyalah dari tanah Papua milik kami.
Deserius Goo adalah mahasiswa Papua, kuliah di  Yogyakarta.
Sumber:http://majalahselangkah.com
Continue Reading | comments

Mahasiswa Papua Barat di Surakarta Tuntut Referendum


Surakarta: Belasan mahasiswa asal Papua Barat yang menamakan diri Aliansi Mahasiswa Papua Komite Kota (AMPKK) Surakarta berunjuk rasa menuntut referendum.

Aksi yang dilakukan bersamaan dengan momentum peringatan proklamasi kemerdekaan Papua Barat itu dipusatkan di kawasan Gladag, Kota Surakarta, Jawa Tengah, Senin (1/7).

"Sudah saatnya masyarakat Papua Barat menentukan nasibnya sendiri," kata koordinator aksi John Waine dalam orasinya.

Unjuk rasa itu merupakan yang kedua kalinya digelar AMPKK di Kota Surakarta. Seperti dalam unjuk rasa sebelumnya, selain membawa spanduk mereka juga membentangkan selembar kain berganbar menyerupai bendera bintang kejora sembari meneriakkan yel-yel 'Papua merdeka'.

Di sela-sela orasi, para pengunjuk rasa sesekali menyanyikan lagu dengan iringan gitar. "Kami bukan merah putih, kami bukan merah putih. Papua bintang kejora, bintang kejora," begitu syair yang mereka lantunkan.

Dalam pernyataan sikapnya, AMPKK menuntut pemerintah Indonesia memberikan kebebasan dan hak menentukan nasib sendiri sebagai solusi demokrasi bagi rakyat Papua Barat. Selain itu, menutup dan menghentikan eksploitasi kekayaan alam provinsi itu serta menarik militer organik dan anorganik dari seluruh tanah Papua. (Ferdinand)
Editor: Patna Budi Utami
sumbebr: http://m.metrotvnews.com
Continue Reading | comments

Demokrasi Ala Jakarta: Upaya Negara Padamkan Cahaya Hidup Orang Papua

Naftali Edoway, pemerhati masalah sosial di tanah Papua (Foto: Dok pribadi)
Naftali Edoway, pemerhati masalah sosial di tanah Papua (Foto: Dok pribadi)

Oleh : Naftali Edoway*
Tulisan ini saya awali dengan pernyatan seorang anak muda Turki bernama Abdullah Cevdet tahun 1897; “Penguasa dan pemerintah kami tak ingin cahaya menerangi negeri ini. Mereka menginginkan rakyatnya tetap bodoh, seperti binatang dan dalam keadaan buruk. Tak ada cahaya kebangkitan yang menyinari hati pejuang kami. Yang diinginkan pemerintah adalah rakyat tetap seperti binatang, tunduk seperti domba, membudak dan melayani seperti anjing…”[1]
Pernyataan ini diungkapkan Abdullah saat Turki berada dibawah pemerintahan Khilafha Utsmani. Abdullah adalah seorang pemimpin mudah yang ikut mendirikan gerakan muda yang mereka namai Young Turk atau dalam bahasa setempat Turki Fatat. Organisasi kepemudaan Turki ini yang kemudian berhasil menggulingkan pemerintahan Utsmani yang dianggap sebagai pemerintahan yang menghambat demokratisasi di Turki.
Indonesia mengembar gemborkan diri sebagai sebuah negara demokrasi. Untuk melegasi itu ia meratifikasi sejumlah aturan internasional dan melahirkan sejumlah produk hukum lokal yang diimpikan dilaksanakan dengan baik.
Misalnya, UU Nomor : 9 Tahun 1998 Tentang Kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum. Namun dalam realitas demokrasi hanya menjadi wacana bahkan atas nama aturan demokrasi, demokrasi itu diinjak-injak.
Hukum dan kepentingan politik dikedepankan ketimbang penghargaan terhadap nilai-nilai kemanusiaan.  Akhirnya, gerakan kaum muda telah melengserkan penguasa Orde Baru yang otoriter militeristik di tahun 1998 dan 1999, seperti dalam pengalaman di Turki diatas.
Dalam negara demokrasi kebebasan beragama pun dijamin penuh, namun dalam prakteknya mereka justru disingkirkan.
Lihat kasus penutupan gereja di Jawa barat dan penyiksaan dan pengusiran terhadap kaum Ahmadiyah di pulau Jawa. Dalam kasus ini kita bisa menilai bahwa penguasa Orde Baru lebih baik ketimbang pemerintahan setelah reformasi khususnya dalam pemerintahan Susilo Bambang Yudoyono.
Ironisnya, negara bersedia menerima penghargaan dari sebuah organisasi Yahudi di New York karena dinilai berhasil membangun dan menjaga kerukunan umat beragama, walaupun kenyataan dilapangan berbeda. Bukankah itu tindakan kemunafikan?
Di Papua, penegakkan demokrasi dalam konteks kemanusiaan dan kebebasan berekspresi terasa sepih. Kemanusiaan orang Papua terus terenggut oleh roh kematian (entah roh yang sesungguhnya atau roh penjelmaan dimana manusia dijadikan media).
Kematian akibat penyakit, kelaparan, penembakan, penyiksaan, black magic, kematian tanpa sebab, dll meningkat setiap saatnya. Selain rakyat jelata, seperti Abner Malagawak (22), Thomas Blesia (22), dan Ibu Salomina Klabin (37), ada juga tokoh-tokoh penting yang terbunuh, misalnya, Agua Alua, Mako Tabuni, Frans Wospakrik, Tony Infandi, Timotius Murib, Salmon Maurits Yumame, dll.
Mereka adalah penegak demokrasi yang terbunuh oleh mesin pembunuh negara yang seharusnya ikut membela dan menegakkan demokrasi.
Membunuh adalah bentuk lain dari pembungkaman kebebasan berekspresi. Dan wujud yang lainnya adalah melarang orang untuk demostrasi dan atas nama hukum mengeluarkan pernyataan di media dalam rangka pembenaran diri.
Anda bisa lihat komentar Kapolda Papua yang dirilis di media Bintangpapua (22/06/13) dengan judul “Polda Papua Tidak Pernah Membungkam Demokrasi di Papua”[2].  Komentar seperti ini merupakan upaya pembenaran diri negara melalui Kapolda Papua terhadap semua bentuk kejahatan dan kekerasan yang dilakukannya selama ini.
Negara mencoba mengelak dan mau mencuci tangan dari tindakannya. Disini Negara memposisikan dirinya sebagai dewa yang selalu benar dan tak boleh disentuh atau diprotes.
Apa yang disampaikan Kapolda mewakili negara itu adalah upaya negara memparalisis orang Papua. Orang Papua hendak dibuat tak berdaya terhadap realitas yang ada. Negara mengiring  orang Papua agar mau menerima apa saja yang menurut Jakarta baik dan layak.
Namun harus disadari bahwa gaya seperti ini justru menimbun kebencian dalam diri orang Papua. Ini barangkali disegaja oleh negara untuk membangkitkan emosi perlawanan rakyat, lalu kemudian rakyat itu dipukul mundur oleh kekuatan militer. Entalah!
Tapi jika itu terjadi maka spiral kekerasan ala Dom Helder Camara akan terus menjadi realitas yang tak dapat dihentikan di tanah Papua. Kekerasan akan semakin menjadi tanpa solusi, sebab masalah Papua dan Jakarta adalah masalah ideologi.
Menanggapi komentar Kapolda itu, Pdt. Benny Giay dalam jumpa persnya mengatakan bahwa kelakuan aparat keamanan di Papua itu sama dengan apa yang dilakukan oleh aparat keamanan penjajah Belanda terhadap gerakan nasionalis Jawa dan Sumatera tahun 1919-1930an[3].
“Perilakunya sama dengan watak aparat keamanan dewasa ini di Tanah Papua terhadap Nasionalis Papua, sehingga melalui media kami serukan dan menghimbau agar pihak TNI-Polri membuktikan dirinya  bahwa TNI-Polro tidaklah sama dengan tentara dan Polisi Belanda di Jawa atau Sumatera “tempo doeloe”, dengan mengedepankan dialog dan memberi ruang untuk orang Papua bisa mengemukakan pendapatnya, sebagai pemenuhan dari salah satu hak asasi manusia, asalkan tidak tidak menimbulkan tindakan-tindakan anarkhis.”
Saya sepakat dengan apa yang diutarakan Pdt. Benny Giay diatas, juga opini dari Petrus K.Farneubun yang bilang bahwa dalam konteks Papua, pemerintah Indonesia masih berpikir tradisional dengan pendekatan state securiity approach.
Dimana keamanan negara dan kepentingan nasional diutamakan dari pada melindungi dan memperlakukan warga negaranya dengan baik[4].
Perlindungan dan penghargaan terhadap nilai kemanusiaan orang Papua yang seharusnya menjadi prioritas utama dalam menjalankan pemerintahan justru diabaikan. Mereka bahkan tersingkir oleh pembangunan bias pendatang (migrant biased policy) seperti yang pernah diungkapkan oleh Joko Affandi.
Kenyataan yang lain diungkapkan oleh pater Vincent Suparman, SCJ, komentarnya, “Selama 10 tahun melayani di pedalaman Papua, saya melihat masyarakat di sana, selain hidup menderita secara ekonomi, juga masih hidup di bawah kekerasan dan tekanan militer Indonesia. Masa depan Papua tidak pasti, orang Papua mau ibadah dilarang, tulis buku soal Papua dilarang, rekam lagu Papua dilarang dan mau demo juga dilarang. Semua kegiatan kegiatan itu dianggap makar dan diadili dengan hukuman yang tidak adil.”[5]
Itulah wajah demokrasi yang sesungguhnya di Indonesia dan khususnya di Papua. Kebijakan negara di Papua tidak bedah dengan apa yang diungkapkan oleh Abdullah Cevdet di awal tulisan ini. Bahwa pemerintah tidak ingin ada cahaya bersinar di tanah Papua.
Mereka berusaha mematikan cahaya yang bersinar dari dalam diri orang Papua, dengan memperlakukan orang Papua seperti binatang, tunduk seperti domba, membudak dan melayani seperti anjing.
Tapi orang Papua punya harapan karena masih ada cahaya kebangkitan yang menyinari hati. Sehingga baiklah kita menerima nasehat Pater Vincet, “Semua orang Papua harus sayangi masa depan orang Papua sendiri. “Jangan hanya terima kenyataan buruk terus, harus ada sikap perlawanan menentang segala bentuk penjajahan. Hidupkan kembali semangat  hidup dan kebangkitan era 1961/1962 yang telah dipadamkan itu.” Semoga!
*Penulis adalah pemerhati masalah sosial di tanah Papua
Sumber: http://suarapapua.com
Continue Reading | comments

Peringati Hari Proklamasi Papua, AMP Kota Jakarta Demo

Puluhan massa aksi AMP Komite Kota Jakarta melakukan demonstrasi di hari Proklamasi Kemerdekan Papua Barat (Foto: Oktovianus Pogau/SP)
Puluhan massa aksi AMP Komite Kota Jakarta melakukan demonstrasi di hari Proklamasi Kemerdekan Papua Barat (Foto: Oktovianus Pogau/SP)

PAPUAN, Jakarta — Memperingati hari proklamasi kemerdekaan Papua Barat yang jatuh pada tanggal 1 Juli, siang tadi, puluhan pemuda dan mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) Komite Kota Jakarta melakukan aksi demonstrasi di depan Istana Negara, Jakarta Pusat.
Sekitar pukul 11.00 Wib, puluhan massa aksi yang dipimpin Bernad Agapa berkumpul di Bundaran Hotel Indonesia, sebelum melakukan long march ke kantor Istana Negara, Jalan merdeka Barat.
Dalam orasinya, Agapa mengatakan, untuk melengkapi kemerdekaan rakyat Papua yang dilangsngkan pada tanggal 1 Desember 1961, Jend Zeth Rumkorem, mewakili rakyat Papua Barat telah membacakan teks proklamasi kemerdekaan Papua Barat di desa Waris, Kota Jayapura, Papua.
“Rakyat Papua sudah merdeka dan berdaulat, namun negara imprealis barat dan negara Indonesia telah merebut hak kemerdekaan Papua Barat. Kami saat ini menuntut hak menentukan nasib sendiri, kami punya hak bebas dari penjajahan tersebut,” ujar Agapa di depan massa aksi.
Menurut Agapa, sejak tanah Papua jatuh ke dalam cengkraman pemerintah Indonesia, rakyat Papua terus dibantai, dibunuh, dan bahkan para perempuan terus diperkosa oleh militer Indonesia.
“Tarik militer sekarang juga. Tutup semua perusahaan asing di tanah Papua. Berikan apa yang menjadi hak orang asli Papua, kami rakyat Papua akan terus berjuang sampai hak kami dikembalikan oleh Indonesia dan negara barat,” ujar Agapa.
Usai berorasi sekitar 30 menit di depan Bundaran Hotel Indonesia, Agapa kemudian mengarahkan massa aksi long march menuju Istana Negara di jalan Medan Merdeka Utara.
“Papua bukan ko punya, Papua bukan ko punya, Papua, saya yang punya, saya yang punya, baru-baru ko bilang ko punya. Papua bukan merah putih, Papua bukan merah putih, Papua, Bintang Kejora, BIntang Kejora, baru-baru ko bilang merah putih,” nyanyi massa aksi secara serentak.
Zeth Agapa, Wakil Kordinator aksi dalam orasinya mengutuk tindakan brutalisme pemerintah Indonesia di tanah Papua yang terus memberangus hak-hak politik rakyat Papua dengan kekuatan militer Indonesia.
“Setiap kami tidur, bangun, makan, dan sejak kami dalam kandungan ibu kami, kami telah memimpikan kemerdekaan Papua Barat. Indonesia harus memberikan apa yang menjadi hak dan kerinduan rakyat Papua Barat. Kami minta hak penentuan nasib sendiri,” ujar Tabuni, dalam orasi politiknya.
Selain terus berorasi, massa aksi juga menyanyikan beberapa yel-yel serta lagu-lagu kemerdekaan Papua Barat dengan semangat walau panas terik.
Sekitar pukul 12.30 Wib, massa aksi tiba di depan Istana Negara, beberapa perwakilan massa aksi dari unsure perempuan, dari Kota Bogor, National Papua Solidarity, serta NGO di Jakarta juga diberikan kesempatan untuk menyampaikan orasi-orasi politik.
Sekitar pukul 13.00 Wit, Wakorlap aksi, Zeth Tabuni kemudian membacakan pernyataan sikap AMP Komite Kota Jakarta di depan massa aksi, wartawan, dan aparat kepolisian, kemudian massa membubarkan diri dengan tenang.
OKTOVIANUS POGAU
Sumber: http://suarapapua.com
Continue Reading | comments

Gen. TRWP Mathias Wenda: Selamat HUT Kemerdekaan West Papua yang ke-42

Dari Markas Pusat Pertahanan (MPP) Tentara Revolusi West Papua (TRWP) General
West Papua flag
West Papua flag (Photo credit: lussqueittt)

TRWP Mathias Wenda bersama segenap pasukan dari MPP mengucapkan

Selemat HUT Kemerdekaan ke-42

kepada segenap masyarakat Papua di seluruh penjuru Bumi yang mengingat ataupun memperingati dan merayakan HUT Kemerdekaan Negara West Papua yang ke-42 setelah diproklamirkan oleh para pejuang kita Jenderal Seth Jafeth Roemkorem dan Hendrik Jacob Pray di Waris Raya, Port Numbay, West Papua.
Perlu ditegaskan selanjutnya bahwa
  1. Tanggal 1 Juli bukan Hari OPM atau HUT OPM, tetapi ialah HUT Proklamasi Kemerdekaan West Papua;
  2. Pengibaran Bendera Bintang Kejora bukanlah satu-satunya cara merayakan HUT kemerdekaan kita,
  3. HUT Kemerdekaan West Papua tidak akan pernah dihapus atau terhapus oleh tindakan siapapun, kapanpun dan di manapun juga hanya oleh karena kemauan dan tindakan NKRI oleh sebab Kebenaran dan Fakta Sejarah itu telah tercatat dalam hatinurani bangsa Papua dan akan terus diperingati dan diperjuangkan sepanjang kehadiran bangsa Papua di muka Bumi, di manapun mereka berada.
Demikian untuk menjadi maklum.
Dikeluarkan di                                          : Markas Pusat Pertahanan
Pada tanggal                                               : 01 Juli 2013

Panglima Tertinggi Komando Revolusi,



Mathias Wenda, Gen. TRWP
NBP:A.001076
Sumber: http://papuapost.com
Continue Reading | comments

Kantor Free West Papua akan Kembali Dibuka di Belanda

Pendukung Papua merdeka di Belanda. Foto: rnw.nl
Jayapura, Secara permanen kantor Free West Papua direncanakan akan kembali dibuka di Belanda pada 15 Agustus 2013 mendatang. Hal itu disampaikan ketua Parlemen Nasional West Papua (PNWP), Buchtar Tabuni melalui pesan singkatnya kepada www.majalahselangkah.com, Rabu pagi (3/07/2013).
"Pembukaan kantor Organisasi Papua Merdeka (OPM) di setiap negara adalah sesuai program kerja Parlemen Nasional West Papua (PNWP) dan Internasional Parlemen West Papua (IPWP) bersama diplomat OPM. Komite Nasional West Papua (KNPB) akan mediasi rakyat untuk lakukan aksi dukungan terhadap rencana pembukaan kantor itu," tulis Buchtar dalam pesan singkatnya.
Kordinator Free West Papua Compaign (FWPC) Netherland, Oridek Ap sebagaimana ditulis di media sosialnya mengatakan sesuai rencana kantor OPM di Belanda akan dibuka secara permanen.  
"Dengan senang kami umumkan bahwa kantor FWPC-NL secara resmi akan dibuka secara permanen pada tanggal 15 Agustus 2013, di Hague (International City of Peace and Justice)," tulis AP di media sosial pribadi.
Sekedar diketahui publik bahwa kantor yang sama Benny Wenda bersama simpatisan dengan bebas meresmikan kantor Free West Papua di Oxford, Inggris 26 April 2013 lalu. Pembukaan kantor di Inggris dihadiri Wali Kota Oxford, Mohammad Niaz Abbasi; anggota Parlemen Inggris, Andrew Smith; dan mantan Walikota Oxford, Elise Benjamin. (MS)
Editor : Mateus Ch. Auwe
Sumber: http://majalahselangkah.com
Continue Reading | comments

Pendukung Papua di Vanuatu Serukan Boikot Produk Indonesia

Delegasi Papua di MSG. Foto: Ist
Vanuatu,  Pendukung  Papua merdeka di Vanuatu,  The Vanuatu Free West Papua Association menyeruhkan kepada masyarakat di Vanuatu untuk memboikot produk-produk  Indonesia yang dijual di sana.
Alan Nafuki, ketua The Vanuatu Free West Papua Association mengatakan, seruan itu dilakukan menyusul  keputusan KTT MSG yang menunda keanggotaan Papua untuk enam bulan ke depan.
Wawancara Geraldine Coutts dari  Radio  Australia  dengan ketua  The Vanuatu Free West Papua Association, Alan Nafuki  dapat Anda dengar di sini.

Doketahui,
Summit MSG ke-19 telah memutuskan, mengakui Hak Menentukan Nasib Sendiri bagi Bangsa Papua Barat. Juga, mempertimbangkan tawaran status keanggotaan Papua Barat oleh WPNCL setelah kunjungan delegasi MSG yang terdiri dari meteri luar negeri negara anggota MSG (dipimpin oleh Fiji) dalam enam bulan mendatang.  Hasil keputusan resmi akan dituangkan dalam Komunike MSG.

Ditempat terpisah, PM Vanuatu mengingatkan sesama pemimpin Melanesia dan semua orang yang hadir bahwa, "Sejarah perjuangan Papua Barat akan menghakimi mereka."

Diberitakan, Rex Rumakiek, Sekretaris Jendral WPNCL mengatakan, "Akhirnya, masalah kami telah diambil oleh Melanesia Spearhead Group, karena kami telah mencoba untuk waktu yang lama. Yang sangat menarik di sini adalah bahwa karena mereka sekarang mengakui, secara visual mengenali masalah ini, dan, secara kolektif, mereka ingin melakukan sesuatu. Itulah hal yang paling penting."  (GE/MS)
Sumber:http://majalahselangkah.com/
Continue Reading | comments

Sempat Dilarang Polisi, AMP Solo Tetap Turun Jalan


AMP komite kota Solo saat menggelar aksi. Foto: Phaul W.
Solo, Belasan mahasiswa asal Papua yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) menggelar aksi menuntut Papua merdeka di Bundaran Gladag, Solo, Jawa Tengah, Senin kemarin (1/7/2013).
Kordinator aksi, Jhon Waine seperti ditulis dalam pers release yang dikirim kepada www.majalahselangkah.com, mengatakan surat pemberitahuan kepada pihak kepolisian sempat diajukan beberapa hari sebelum aksi digelar namun kepolisian sempat larang dengan alasan bertepatan dengan hari Bhayangkara.
"Saat kami mengajukan surat pemberitahuan aksi di kepolisian, kami sempat di larang untuk melakukan aksi pada tanggal 1 juli 2013 karena bertepatan dengan hari kepolisian yakni hari peringatan Kepolisian atau hari Bhayangkara," kata waine. 
"Kami diberikan kesempatan aksi pada tanggal 03 Juli 2013, tetapi kami menganggap keputusan itu konyol karena menurut kami jika kami melakukan aksi setelah dua hari peringatan deklarasi bangsa Papua maka kami mengkhianati sejarah bangsa kami yang abadi itu. Meskipun sempat dilarang, kami tetap melakukan aksi tersebut agar publik mengetahui bahwa kami adalah sebuah bangsa yang pernah merdeka," lanjutnya.
Kata dia, seusai rangkaian aksi berakhir, saya didatangi seorang polisi dan Ia mengklaim bahwa kami belum memberikan surat pemberitahuan aksi.
"Kami tidak melarang melakukan aksi, kami hargai aksi kamu, lain kali harus berikan surat pemberitahuan ke pihak kepolisisan agar kami mengamankan area sekitar aksi," kata seorang aparat kepolisian.
Lanjut dia, "Biar tidak ada yang diganggu dan tidak ada yg mengganggu. Kalau ada warga solo ganggu aktivitas aksi kamu dan berakhir ricuh siapa yang akan tanggung jawab. Yang jelas kami pihak kepolisian. Makanya, lain kali harus memasukkan surat pemberitahuan," kata polisi itu saat menghampiri massa aksi,.
Jhon Waine merasa aksi AMP tidak mengganggu peringatan hari besar kepolisian. Juga kenyamanan warga disekitar area aksi.
"Kami melakukan aksi tidak mengganggu kenyamanan warga, dan juga tidak mengganggu acara peringatan hari kepolisisan itu. Kami hanya melakukan aksi untuk mengaspirasikan ke publik bahwa Papua adalah sebuah Negara yang telah merdeka serta memberitahukan ke publik bahwa keberadaan Indonesia di Papua layaknya sebagai pencuri," tulis waine dalam pers release itu.
Ia mengatakan, Indonesia datang dengan jalan membunuh dan menindas orang Papua. Ini fakta sejarah yang sudah terjadi untuk mencaplok Papua masuk ke dalam Indonesia. Hingga kini diatas pencaplokan yang juga dosa besar Soekarno dan kawan-kawan itu masih mengisahkan derita di semua insan Papua.
Bahkan praktek kejahatan militer maupu rezim itu masih saja terjadi di Papua seperti masyarakat Papua dibunuh, ditindas, dianiyaya, diperkosa, dirampok kekayaan alamnya, hak-hak hidupnya dirampas, dimarginalkan dan lain-lain hingga kini masih saja terjadi.
Berikut adalah tuntutan Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) komite kota Solo dalam aksi damai.
Pertama, berikan kebebasan dan hak menentukan nasib sendiri sebagai solusi demokratis bagi rakyat Papua barat. Kedua, segera menutup dan menghentikan aktivitas eksploitasi semua perusahaan MNC milik negara- negara imperialis, seperti: Freeport, BP, LNG Tangguh, Medco, Corindo dan lain-lain di Papua. Serta, menarik militer (TNI/Polri) organik dan non organik dari seluruh tanah Papua untuk menghentikan segala bentuk kejahatan terhadap kemanusiaan oleh negara Indonesia terhadap rakyat Papua. (AE/MS)
Sumber: http://majalahselangkah.com
Continue Reading | comments

Dua Truk Aparat Kepolisian Masuk Kampus Uncen

Ilustrasi foto aksi mahasiswa Uncen. Foto: tempo.co
Jayapura,  Aparat kepolisian memasuki areal kampus Universitas Cenderawasih (Uncen) menggunakan dua truk dalmas untuk menghadang demo koalisi Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas (BEMF) terhadap kebijakan rektor baru yang di nilai tidak adil dalam proses perekrutan mahasiswa baru dan pemilihan pembantu rektor 1 uncen dan fasilitas kampus yang tidak beres, Senin (1/07/2013) Jayapura, Papua.
"Saya menanyakan kepada aparat kenapa kalian bisa masuk sampai ke lingkungan kampus, lalu kata mereka bahwa kami diizinkan oleh pihak akademik,"  tutur Septi mengulangi kata-kata aparat kepolisian.
"Saya langsung mengatakan kepada mereka, bahwa kalian tidak berhak masuk ke lingkungan kampus Uncen kalau mau tangkap saya tangkap sudah. Kami punya aksi kali ini kami demo rektor bukan kami demo Papua merdeka," ujar Septi  lagi.
Menurutnya, aparat kepolisian berhasil masuk di lingkungan kampus tepat pukul 09.00 pagi polisi menggunakan dua truk dalmas, namun tidak lama kemudian aparat kepolisian meninggalkan wilayah kampus.
Sementara itu pembantu rektor 3, Paulus Homers mengatakan dalam aksi BEMF itu bukan hanya mahasiswa murni tetapi juga termasuk mahasiswa bertopeng. Ia bahkan mendukung jika aparat masuk ke dalam wilayah kampus.
"Kalau ada konflik atau terjadi apa apa di kampus, biarkan saja mahasiswa urus sendiri. Sebab polisi yang bertugas untuk mengamankan jalannya aksi demo saja mereka usir. Mengapa?, karena di Uncen ini tidak hanya dihuni oleh mahasiwa tetapi ada orang-orang yang bukan mahasiswa juga ikut dalam aksi demo dan sebagainya," ungkap Homers dihadapan sejumlah wartawan.
Kordinator lapangan Steven, berpendapat, ungkapan pembantu rektor 3 sangat keliru. Karena, apapun keadaan aparat keamanan berpakaian lengkap dilarang masuk ke dalam areal kampus.
"Lembaga akademik adalah lembaga independen kampus yang berdidiri sendri jadi lembaga tidak boleh ada intervensi dari pihak manapun apalagi aparat kepolisian. Dan kamu mengucap syukur kepada tuhan karena hari ini kami bisa melakukan aksi damai," tuturnya. (MS)
Simber: http://majalahselangkah.com
Continue Reading | comments

Peringati Proklamasi West Papua, Di Sini AMP Gelar Aksi Damai

Aksi Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) di Yogyakarta. foto: Dok. AMP
Yogyakarta,  Dalam rangka memperingati hari proklamasi West Papua yang jatuh pada tanggal 1 Juli, mahasiswa Papua yang tergabung dalam Aliasi Mahasiswa Papua (AMP) di beberapa kota studi menggelar aksi damai, Senin, (1/07/2013). Beberapa kota studi tersebut diataranya, di Yogyakarta, Solo, Bandung, Jakarta dan Surabaya.
Di Yogyakarta, ratusan aksi massa menggelar aksi damai di titik nol. Aksi berawal dari jalan Abubakar Ali, Malioboro, Yogyakarta dan berakhir di Titik Nol. Aksi berlangsung dengan baik dan aman di bawah penjagaan ketat aparat kepolisian.
Dalam aksi ini mahasiswa menuntut tiga hal diantaranya adalah, berikan kebebasan dan hak menuntut nasib sendiri sebagai solusi bagi rakyat Papua. Lalu, menuntut dan menghentikan aktivitas eksploitasi semua perusahan MNC milik negara-negara imperialis seperti Freeport, BP, LNG Tangguh, Medco, Corindo dan lain dari seluruh tanah Papua. Seruan lainnya adalah tarik militer Indonesia (TNI/POLRI) organik dan non organik dari seluruh tanah Papua untuk menghentikan segala bentuk kejahatan terhadap kemanusian oleh negara terhadap rakyat Papua.
Juru bicara aksi Aris Yeimo mengatakan aksi kali ini untuk memperingati hari proklamasi negara West Papua.
"Kami menggelar aksi damai kali ini untuk memperingati hari proklamasi negara West Papua yang jatuh pada  hari ini. Aksi yang sama juga dilakukan di Solo, Jakarta, Bandung," Papua dan lain-lain, tutur Yeimo sela-sela aksi.
Sementara di Jakarta, Puluhan mahasiswa dan mayarakat Papua yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) wilayah Jakarta melakukan aksi unjuk Rasa di Istana Negara.
Masa aksi mulai berkumpul di bundaran Hotel Indonesia (HI), selanjutnya menuju Istana Negara sambil melakukan orasi. Mereka juga meminta sejumlah tuntutan yang sama diantaranya, segera membuka ruang demokrasi bagi rakyat Papua untuk menentukan nasipnya sendiri. Kedua, tutup perusahaan-perusahan asing milik imperialis yang ada di selurah tanah Papua. Serta tarik militer dari tanah Papua.
Aksi dan tuntutan yang serupa juga dilakukan di Solo dan Bandung. Di Solo misalnya, belasan mahasiswa yang dikoordinir oleh Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) komite kota Solo melakukan aksi damai selama dua jam di Bundaran Gladag, Solo, Jawa Tengah.
Mereka juga melakukan aksi dengan tuntutan yang sama diantaranya, pertama, berikan kebebasan dan hak menentukan nasib sendiri sebagai solusi demokratis bagi rakyat Papua Barat. Kedua, segera menutup dan menghentikan aktivitas eksploitasi semua perusahaan MNC milik negara- negara imperialis seperti Freeport, BP, LNG Tangguh, Medco, Corindo dan lain-lain. Serta yang terakhir, segera menarik militer (TNI/POLRI) organik dan non organik dari seluruh tanah Papua untuk menghentikan segala bentuk kejahatan terhadap kemanusiaan oleh Negara Indonesia terhadap rakyat Papua Barat.
Di Bandung, dengan tuntutan yang sama serta dikoordinir oleh Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) komite kota Bandung melakukan aksi damai di depan gedung Sate, kota Bandung, Jawa Barat. Mereka juga menuntut rezim SBY-Boediono agar memberikan kebebasan dan hak menentukan nasib sendiri bagi rakyat Papua. Menutup dan menghentikan perusahaan-perusahaan asing di Papua serta menarik TNI dan Polri dari tanah Papua.
Sementara di kota studi Surabaya, Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) komite kota Surabaya memperingati hari proklamasi kemerdekaan Papua dengan cara membagikan selebaran yang berisi tuntutan yang serupa kepada para pengguna jalan raya Nginden, lampu merah Panjang Jiwo, di pasar Wonokromo serta seluruh asrama Papua di kota Surabaya. (HT/MB/PW/JI/DD/MS)
Editor : Mateus Ch. Auwe
Sumber: http://majalahselangkah.com
Continue Reading | comments

HUT Bhayangkara dan Proklamasi Papua Warnai Penembakan Gadis 12 Tahun

Ilustrasi
Lani Jaya, Perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) Bhayangkara ke-67 dan Hari 'Proklamasi Papua Merdeka' di tanah Papua, Senin, 1 Juli 2013 diwarnai penembakan  seorang  gadis Papua, Arlince Tabuni (12).
Di pagi hari, HUT Bhayangkara ke-67 dirayakan secara nasional, termasuk  di setiap kabupaten tanah Papua. Sementara, rakyat sipil dan Tentara Pembebasan Nasional-Papua Barat (TPN-PB) juga merayakan 1 Juli sebagai Hari Proklamasi Kemerdekaan Papua dengan berbagai aksi, termasuk pengibaran bendera Bintang Kejora.
Diberitakan, Bendera Bintang Kejora (BK)  sempat berkibar di dua tempat berbeda,  di Kampung Nyaw , Arso Barat, Distrik Skanto Kabupaten Keerom dan Kampung Wandigobak Distrik Mulia, pukul 08.55 waktu setempat.  
Pada sore hari, pukul 16.30 WIT  di Kampung Popomi  Kabupaten Lanny Jaya, Arlince  tewas  setelah Orang Tak Dikenal (OTK) menembak di bagian dada tembus ke paru-paru. Hingga berita ini ditulis, pihak Kepolisian belum  mengetahui  identitas pelaku. (001/MS)
sumber: http://majalahselangkah.com
Continue Reading | comments

Ingatan dan Peringatan

Taman Bunga Bangsa Papua
Suatu hari saya melintasi jalan di dekat Terminal Oyehe, Nabire. Di samping terminal itu ada sehamparan tanah lapang, dengan tiang lampu yang bengkok, dan tiga kuburan dengan kayu salib yang lapuk sebagai tandanya. Tentang tanah lapang ini kesanku, sama sekali tidak dirapikan sebagai taman yang menarik hati bagi pelintas untuk singgah. Sangat jelas, rumput ilalang tumbuh liar dan tinggi. Puing-puing bangunan masih berserakan.
Jadilah, kuburan itu dikitari oleh sebuah keadaan yang tidak tertata dan terkesan kasar. Tapi, mungkin memang begitulah keadaan pada mulanya. Atau keadaan yang mendekati aslinya yang memang sengaja dipertahankan.
Tempat itu dinamai Taman Bunga Bangsa Papua. Hanya saja, jangan harap di situ akan mendapati bunga dalam pengertian sebenarnya. Dalam tafsir saya, bunga itu adalah tiga makam orang muda Papua yang meninggal ditembak oleh aparat negara Republik Indonesia dalam tragedi Nabire berdarah pada Februari-Maret 2000.
Selepas 13 tahun, boleh jadi keadaan di taman itu belum banyak diubah. Tiang besi tempat Bintang Kejora berkibar masih tinggal bengkok di tengah taman. Kuburan itu pun masih begitu saja. Tidak disemen. Salib kayu masih tetap juga, hanya menjadi lapuk.
Artinya, dalam rentang waktu 13 tahun sejak peristiwa Nabire berdarah terjadi, masih ada tanda fisik yang relatif tetap. Ada yang masih hadir sejak 13 tahun lalu. Bukan dalam rupa bayang-bayang, tetapi secara nyata. Tentu saja, tanpa bisa disangkal sedikitpun, kenyataan ini sangat memudahkan orang-orang Papua, yang memiliki kepentingan dengan peristiwa sejarah 13 tahun lalu, untuk menjaga memori mereka.
Memang, peristiwa sejarah dimaksud, yang terjadi di atas tanah itu, sudah lesap. Namun, bekas-bekas peristiwa itu masih ada. Kita masih bisa menyaksikan tiang yang bengkok itu. Juga kuburan yang sama. Jejak-jejak historis itu menjadi simpul yang menautkan orang-orang Papua dengan masa lalu.  
Mungkin orang yang pada saat peristiwa itu terjadi ada di situ masih bisa mengenali sisa-sisa yang lain. Tapi, yang juga tidak kurang penting adalah orang-orang yang 13 tahun terlibat dan kini masih bisa bercerita secara utuh. Mereka masih bisa dijumpai. Narasi dari orang-orang itu masih hidup dan relatif utuh karena langsung dari tangan pertama. Mereka bisa bercerita dengan bobot keterlibatan sebagai saksi sejarah. Baik untuk dipikirkan: masih berapa lama lagi mereka bisa memberi kesaksian akan peristiwa itu? Hanya sebagai sebuah usulan, mungkinkah dibikin sebuah dokumentasi kesaksian mereka dalam video yang kemudian bisa diwariskan kepada orang-orang yang lebih muda.
Lalu, secara tiap tahun peristiwa itu dikenang. Orang-orang di Nabire berkumpul di taman itu pada 1 Desember untuk ibadah. Mereka melakukan tabur bunga di atas tiga pusara itu. Kemudian ada orang-orang, antara lain pendeta dan tokoh adat, diberi kesempatan untuk menyampaikan pemaknaan atas peristiwa Nabire berdarah. Dengan memaknai satu peristiwa, peristiwa itu jelas menjadi lebih berbobot daripada peristiwa yang lain. Orang-orang Papua juga lalu memiliki alasan yang selalu dibarukan untuk membangun ikatan dengan kejadian itu dan mengenangnya.
Melalui tindak memaknai itu juga, orang-orang Papua membangun perspektif tertentu untuk membaca peristiwa itu. Di samping itu, peringatan tahunan itusaya pernah satu kali ikut menghadirinyamenjadi ruang untuk mengembangkan kesadaran kolektif, dengan berefleksi pada peristiwa itu. Dalam pemahaman saya, orang-orang Papua memiliki ritus tahunan yang bisa digunakan untuk menyegarkan memori kolektif itu.
Di samping itu, peristiwa tahunan itu juga berpeluang untuk menyuburkan solidaritas internal orang-orang Papua berdasar pada identitas yang mereka bangun dalam peringatan itu.
Dalam ingatan saya, ketika mengikuti peringatan pada 1 Desember di Nabire itu, orang-orang Papua diajak untuk mengidentifikasi diri mereka sebagai layaknya bangsa Israel yang ditindas oleh penguasa lalim Mesir seperti tertulis dalam Perjanjian Lama. Dalam kata lain, jika dikatakan secara lugas, orang Papua adalah kaum tertindas atau terjajah yang sedang menanti untuk dibebaskan. Yahwe mengutus Musa untuk orang Israel. Ada seorang pembebas yang dikirim.
Pengidentifikasian sebagai bangsa tertindas itu tidak melulu dilandaskan pada satu peristiwa di Nabire, melainkan pada sejarah yang telah berlangsung sebelumnya. Orang Papua sudah memiliki konteks historis dan politis, yang lengkap dengan pelanggaran HAM dan ragam kekerasan militeristik, untuk menempatkan peristiwa di samping Terminal Oyehe itu.
Meski tertindas, orang-orang Papua pun diajak untuk melihat diri secara positif, bahwa mereka telah menghadirkan kejayaaan untuk orang lain. Bangsa Papua, dalam keadaan terjajah pun, bisa memberkati bangsa lain.
Dalam peringatan itu, secara spesifik kisah kematian tiga bunga itu tidak dikisahkan ulang. Tidak seperti kematian Yesus Kristus yang didramakandiperagakan ulangpada upacara Jumat Agung. Tidak ada sebuah film yang diputar ulang. Sebagai orang yang baru datang di Nabire jauh setelah peristiwa itu, saya tidak bisa persis mengerti bagaimana kronologi kematian itu terjadi. Siapa-siapa yang menjadi aktor pun tidak disebut secara gamblang.
Untuk saya, sangat jelas upacara itu tidak berhasil sepenuhnya memperingati. Namun, di sisi yang lain, peringatan itu selalu penting untuk membawa kembali orang Papua menyadari sejarahnya dan mendalamkan identitas yang mereka bangun. Seperti ungkapkan juga, peringatan itu juga amat vital bagi proses konstruksi solidaritas di antara orang-orang Papua. Dan, moment-moment seperti itu juga berguna untuk membangun klasifikasi di antara orang Papua sendiri: siapa yang berada di taman itu dan ikut terlibat aktifatau concern dengan peristiwa itudan siapa yang tidak berada di situ dan tidak menjadi bagian darinya. Singkatnya, kita bisa mengenali outsider dan insider atau in-group dan out-group.

 Johanes Supriyono adalah penulis buku Semiotika dan Melangkah ke Dunia Luas (Pengulatan Anak-anak Papua). Alumnus Magister Universitas Indonesia itu penulis kolom di www.majalahselangkah.com. Ia bisa dihubungi melalui: hansprie@gmail.com
 
Continue Reading | comments

Rakyat Papua di Nabire Tolak Renovasi "Taman Bunga Bangsa Papua"

Karangan bunga bagi Pahlawan Papua Barat di Taman Bunga Bangsa Oyehe berlatar belakang ribuan orang saat syukuran 1 Desember 2011. Ist
Nabire,  Rakyat Papua di Nabire  dimediasi Komite Nasional Papua (KNPB) dan Dewan Adat Papua (DAP), menolak tegas rencana penataan Taman Bunga Bangsa Papua yang terletak di Oyehe, Nabire. 
Dikabarkan, pemerintah Kabupaten Nabire telah diberikan dana oleh pemerintah pusat (Jakarta)  untuk merenovasi beberapa taman di Nabire, termasuk "Taman Bunga Bangsa Papua".
"Taman Bunga Bangsa Papua di Oyehe adalah taman yang sakral. Siapa pun dia tidak bisa ganggu gugat.  Di taman ini menyimpan derita dan kenangan sejarah bangsa Papua Barat. Di sana,  tempat orang Papua nyatakan harga diri, " kata R.B Edoway, DAP Meepago usai pertemuan bersama tokoh-tokoh masyarakat Papua terkait  penataan "Taman Bunga Bangsa Papua"  itu.  
Jadi, kata dia,  bangsa Papua Barat  tidak akan izinkan untuk gusur semua kenanangan sejarah bangsa Papua Barat.
Senada dengan dewan adat, Zadrak Kudiay  Ketua KNPB, Wilayah Nabire  dalam Pers Release yang dikirimkan kepada majalahselangkah.com, Minggu, (30/06/13)  mengatakan, menolak rencana itu.
Kata dia, dengan pertimbangan sejarah bangsa Papua Barat yang panjang, "Taman Bunga Bangsa Papua" di Oyehe tidak bisa diganggu gugat oleh siapa pun, dengan gaya dan alasan apa pun rakyat tetap tidak akan izinkan.
Dalam Release itu dikatakan, sejarah Papua mencatat,  di lapangan "Taman Bunga Bangsa Papua" ini pada  1 Desember tahun 1999 pernah dilakukan  Upacara Kenegaraan Papua Barat.
Dikatakan, pada  saat itu rakyat Papua menaikkan dua buah bendera di atas sebuah tiang besi besar dan tinggi, bagian kanan Bintang Fajar dan di kiri Merah Putih.
"Bendera itu dijaga oleh rakyat dan berkibar selama kurang lebih 8 bulan. Saat itu, tiga  orang ditembak mati dan puluhan lainnya luka-luka.  Tiga  orang itu dikuburkan di "Taman Bunga Bangsa Papua" dan tiang besi hingga saat ini masih ada dan harus terus ada," tuturnya.  
Saat itu, kata dia,  28 Pebruari 2000 sampai 4 Maret 2000 terjadi peristiwa  Nabire berdarah akibat pengibaran Bintang Kejora selama 8 bulan itu.  Ketika itu,  tiga orang ditembak mati dan belasan lainnya luka-luka. Mereka yang ditembak mati adalah Menase Erari, Maximus Bunai, dan Wellem Maniwarba.
"Kuburan mereka ada di taman ini.  Tidak mungkin ditutup atau dibuka. Mereka adalah pahlawan bangsa Papua Barat," kata Kudiay.
Berikut nama-nama korban peristiwa Nabire Berdarah 28 Pebruari 2000 sampai 4 Maret 2000 berdasarkan laporan Sekretariat Keadilan dan Perdamaian, Keuskupan Jayapura.
No.
Nama Korban
Umur
Pekerjaan
Alamat
Ket
01
Menase Erari
33
Karyawan 
Jl Kusuma Bangsa
Meninggal ditembak
02
Maximus Bunai
27
Petani
Karang Tumaritis
Meninggal ditembak
03
Wellem Maniwarba  
25
Petani
Bumi Wonorejo
Meninggal  ditembak
04
Stephen Yobe
20
Pelajar SMA
Asrama Gangguru
Pergelangan Robek
05
Ben Gobay
35
Petani SMA
Karang Tumaritis
Cedera kepala
06
Melkias Pakage
20
Pelajar SMA
Asrama Gangguru
Ditembak di paha
07
Vincen Degey
24
Petani
Siriwo
Ditembak di tangan kanan
08
Suwarno

-
-
Kepala dipotong
09
Ismail M
23
Brimob
-
Perut disobek
10
Shabir
32
-
-
Mata dicungkil
11
Alex Tebay
20
Pelajar SMA
-
Cedera punggung dan kaki
12
Thomas Misiro
32
-
-
Ditembak di perut
13
Yan Degey
25
Petani
-
Ditembak di kaki kanan
14
Paulus Mote
30
Petani
Karang Tumaritis
Ditembak di kedua paha
15
Hendrik Wakey
17
Pelajar
-
di bokong kanan dan kiri
16
Darius Zany
16
Pelajar
-
Ditembak di dada
17
Saptoreno
42
-
-
Memar bibir, mata
18
Benny Bagau
28
-
-
Memar ke telinga
19
Pindeki Wonda
20
-
-
Cedera kaki dan punggung
20
Yance Pekey
21
Pemuda
-
Cedera jari, telinga, tulang
21
Safaruddin
26
-
-
Terluka
 Baca laporan lengkap tentang Peristiwa Nabire Berdarah tahun 2000: KLIK
sumber:http://majalahselangkah.com
Continue Reading | comments
 
Copyright © 2011. Tuan Tanah Papua News . All Rights Reserved
Company Info | Contact Us | Privacy policy | Term of use | Widget | Advertise with Us | Site map
Template Modify by Creating Website. Inpire by Darkmatter Rockettheme Proudly powered by Blogger