<div style='background-color: none transparent;'></div>
Home » » Uncen dan LSM Papua Diminta Bertanggung Evaluasi Otsus

Uncen dan LSM Papua Diminta Bertanggung Evaluasi Otsus

Beberapa pemuda memiikul mayat Otsus Papua saat demontrasi pengembalian Otsus 2007 lalu yang melibatkan ribuan rakyat Papua. Foto: Ist
Nabire, Universitas Cenderawasih (Uncen) Jayapura dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dianggap  pihak yang mestinya bertanggung atas status quo  evaluasi menyeruruh implementasi  Undang-Undang Nomor  21 Tahun 2001 tentang Otonomi  Khusus selama 12 tahun. Dinilai, para intelektual Papua dari Uncen dan LSM di Papua dianggap diam tanpa  melakukan evaluasi  menyeruruh atas kegagalan implementasi.

Hal itu mengemuka dalam diskusi terbuka Dewan Adat Meepago di Nabire kemarin, Selasa, (02/07/13). Diskusi berlangsung dengan melibatkan tokoh-tokoh adat, tokoh masyarakat, tokoh agama, dan beberapa tokoh intelektual di wilayah tengah tanah Papua.

"Kami masih ingat, saat itu akademisi dari Uncen dan aktivis LSM  dipimpin Frans A. Wospakrik melakukan penjaringan aspirasi rakyat ke seluruh Kabupaten dan Kota. Hasilnya, mereka seminarnya di Gedung Olahraga Cenderawasih Jayapura, pada 2829 Maret 2000. Hasilnya untuk pembuatan draft Undang-Undang Otsus Papua, " kata R.B. Edowai pada diskusi itu.

Kata Edowai, saat itu tantangan pembuatan UU Otsus itu bukan saja datang dari rakyat Papua, tapi juga dari Jakarta. Para elite politik di Jakarta sangat berhati-hati dan mencurigai rencana penerapan Otsus di Papua, sehingga proses pembahasan draft UU menjadi UU Otsus berjalan sangat alot. Karena dikhawatirkan akan mempercepat Papua berpisah, merdeka dari Indonesia.

"Dalam keadaan pro dan kontra itu, Ketua Presidium Dewan Papua Theys Hiyo Eluay diculik dan dibunuh oleh Komando Pasukan Khusus (Kopassus) pada 10 November 2001. Sepuluh hari kemudian, UU Otsus ditandatangani Presiden Megawati Soekarnoputri, pada 21 November 2001 di Jakarta. Akhirnya UU Otsus diterapkan secara resmi di Papua 1 Januari 2002," tuturnya.

Mengemuka, sudah lebih dari 12 tahun ini, tiga hal yang menjadi dasar pembentukan UU Otsus itu tidak dilakukan dengan konsisten dan konsekuen. Pertama, tuntutan rakyat bangsa Papua untuk merdeka  dengan pelurusan sejarah masuknya Papua dalam Republik Indonesia. Kedua,  berbagai pelanggaram HAM selama Bangsa Papua berintegrasi. Ketiga, ketidakadilan pembangunan bidang pendidikan, ekonomi, kesehatan dan infrastruktur.

Dinilai para intelektual Papua dari Uncen dan LSM di Papua paling bertanggung jawab atas penderitaan rakyat Papua atas kegagalan Otsus. "Kenapa mereka diam saat rakyat berteriak. Kenapa anak-anak terbaik yang lahir dari mama-mama Papua itu tidak melakukan evaluasi secara ilmiah," kata Edoway pada diskusi yang dihadiri tokoh-tokoh adat  itu.

Lebih jauh dipaparkan, akibat dari lemahnya para intelektual  Papua dari Uncen dan LSM di Papua, Jakarta seenaknya memberikan tawaran-tawaran yang tidak menjawab persoalan orang Papua, misalnya Unit Percepatan Pembangunan Papua dan Papua Barat (UP4B) dan sekarang wacara Otsus Plus.

"Otsus  Plus ini ide SBY karena dia tidak mampu selesaikan masalah Papua yang belum berakhir selama 50 tahun ini. Kita tahu to, Otsus Plus itu dikasih oleh SBY kepada  Gubernur saat mereka ketemu  tanggal 29 April 2013 lalu  di Jakarta. SBY tidak mampu melakukan dialog yang diminta oleh rakyat Papua," kata salah satu peserta diskusi,  A. Murib.

Kata Murib, mestinya para intelektual Papua dari Uncen dan LSM di Papua melakukan kajian lebih dahulu soal kegagalan Otsus dengan melibatkan semua pihak. Pihak yang harus dilibatkan adalah orang Jakarta,  Pemda Papua,  tokoh  agama, tokoh adat, orang pendatang, TNI, Polri, orang Papua di luar Papua, dan  Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat.

"Kami belum duduk sama-sama baru Jakarta kasih Otsus Plus. Aneh. Apalagi, kami telah dengar  Gubernur Provinsi Papua Lukas Enemb bilang  implementasi Otsus di Papua selama 12 tahun terakhir telah gagal.  Lalu, sekarang DPRP mau evaluasi, MRP juga mau evaluasi, Jakarta juga melalui Mendagri melakukan evaluasi. Kami  tahu semua ini hanya untuk  gol-kan hadiah SBY kepada Enembe, yaitu Otsus Plus," kata Murib.

Pantauan majalahselangkah.com,  diskusi yang berjalan 3 jam lebih itu berakhir  dengan menghasilkan satu kesimpulan dan satu rekomendasi.

"Kebijakan apa pun yang ditawarkan oleh Jakarta, termasuk Otsus Plus atau  Undang-Undang Pemerintahan Papua tidak akan pernah sukses di tanah Papua karena selalu dilakukan sepihak tanpa melibatka semua pihak di tanah Papua secara terbuka," demikian kesimpulan diskusi sore itu.

Berdasarkan kesimpulan itu, Dewan Adat Meepago merekomendasikan kepada para intelektual Papua dari Uncen dan LSM di Papua melakukan evaluasi menyeluruh secara akademik dengan melibatkan semua pihat. Hasil evaluasi itulah kemudian disosialisasikan dan dilakukan dialog rakyat di tanah Papua (Provinsi Papua dan Papua Barat) untuk  menentukan apakah harus Otsus Plus, Dialog, atau lainnya. (GE/S27/MS).
sumber: http://majalahselangkah.com
Share this article :

No comments:

 
Copyright © 2011. Tuan Tanah Papua News . All Rights Reserved
Company Info | Contact Us | Privacy policy | Term of use | Widget | Advertise with Us | Site map
Template Modify by Creating Website. Inpire by Darkmatter Rockettheme Proudly powered by Blogger