<div style='background-color: none transparent;'></div>
Home » » Napas Desak Buka Ruang Demokrasi Bagi Rakyat Papua

Napas Desak Buka Ruang Demokrasi Bagi Rakyat Papua

Logo National Papuan Solidarity (Napas).
Jayapura, MAJALAH SELANGKAH -- National Papuan Solidarity (Napas) mendesak kepada pemerintah Indonesia agar segera membuka ruang demokrasi bagi rakyat Papua. Hal itu ditegaskan setelah aparat keamanan Polda Papua melakukan pembubaran paksa disertai penangkapan terhadap 4 orang aktivis dan ketua umum Komite Nasional Papua Barat (KNPB), Viktor Yeimo ketika menggelar aksi damai di Jayapura (13/05/2013).
Solidaritas Peduli Penegakkan HAM (SPP HAM) melakukan aksi senin,(13/05/2013) di Kota Jayapura. Aksi ini bertujuan untuk menuntut pertanggung jawaban negara atas tewasnya 3 orang warga sipil di Aimas Kabupaten Sorong dan pengkapan seweng-wenang terhadap warga sipil di Sorong, Biak, Mimika dan Jayapura pada 30 April dan 1 Mei 2013. Aksi tersebut dimulai sekitar pukul 8.30 Waktu Papua (WP) di depan Kampus Universitas Cendrawasih (Uncen) Waena dan Kampus Uncen Abepura, serta di depan taman Budaya Expo Waena, Distrik Heram Kota Jayapura.
Aksi tersebut dibubarkan paksa oleh Aparat Kepolisian (Brimob, Dalmas Polresta dan Polda Papua) dan menangkap 4 orang massa aksi, selain itu mereka juga menyiksa seorang Mahasiswa Uncen. Aksi penangkapan dan penyiksaan ini terjadi di depan halte bus Universitas Cendrawasih Perumnas 3 Waena Jayapura (13 Mei 2013) sekitar pukul 10.00 WP. tulis kordinator Napas, Zely Ariane dalam press release yang dikirim kepada majalahselangkah.com (14/05).
Para aksi massa dibubarkan paksa dengan alasan bahwa aksi tersebut tidak ada surat izin dari kepolisian. Sebelumnya pada Rabu 8 Mei panitia aksi Solidaritas Peduli Penegakkan HAM telah mengajukan surat pemberitahuan aksi damai (Surat bernomor 00/SP/PAN-SPHAM-UTSN/V/2013) kepada Polda Papua namun ditolak dengan alasan Solidaritas Kemanusian tidak memiliki AD/ART dan terdaftar di Badan Kesbangpol Provinsi Papua.
"Kami menilai alasan ini tidak mendasar karena SPP HAM bukan merupakan organisasi permanen tetapi sebuah wadah solidaritas kemanusiaan yang dibentuk oleh aktivis HAM untuk merespon Tragedi 1 Mei yang menewaskan 3 orang warga sipil, sehingga tidak perlu mendaftar di Kesbangpol. Aksi aparat ini juga telah membatasi hak warga untuk berserikat, berkumpul dan berekspresi yang telah dijamin oleh konstitusi dasar Negara UUD 1945 Pasal 28 E ayat 3 dan 28 I ayat 1, dan secara khusus diatur juga dalam  UU No. 9 Tahun 1998 tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum, terutama pasal 1 dan 2," tegas  Zely.
Oleh karena itu, Napas mendesak agar pemerintah melalui aparat keamanan menghentikan pembubaran paksa dan penangkapan terhadap aktivis dan mahasiswa. Serta mendesak pemerintah membuka ruang demokrasi bagi rakyat Papua dengan salah satu wujudnya memberikan akses masuk pada pelapor khusus PBB untuk melakukan pemantauan di Papua termasuk akses jurnalis dalam dan luar negeri.
Berikut adalah empat aktivis Papua yang ditahan aparat kepolisian, yaitu, Victor Yeimo, (30) ketua umum Komite Nasional Papua Barat (KNPB)/penanggung jawab aksi, Marthen Manggaprouw, penaggung jawab aksi (30), Yongky Ulimpa (23), peserta aksi  mahasiswa Uncen (Universitas Cenderawasih), dan Elly Kobak (17), sementara Markus Giban Mahasiwa Uncen (19)  patah tangan kiri akibat dipukul dengan popor senjata, sedang dirawat di rumah Sakit RSUD Abepura. (AE/MS)
Share this article :

No comments:

 
Copyright © 2011. Tuan Tanah Papua News . All Rights Reserved
Company Info | Contact Us | Privacy policy | Term of use | Widget | Advertise with Us | Site map
Template Modify by Creating Website. Inpire by Darkmatter Rockettheme Proudly powered by Blogger