Diplomasi internasional menuntut Papua merdeka bukan sekali
terjadi. Sejak Papua bergabung dengan NKRI, perjuangan itu mulai digalakkan
sampai saat ini.
Hanya pemerintah saja yang seolah-olah kaget ketika sebuah organisasi Papua merdeka pimpinan Benny Wenda berdiri di Oxford, Inggris.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menilai, pembukaan kantor Gerakan Separatis Papua di Oxford, Inggris akan mengganggu hubungan Indonesia dan Inggris, sekalipun Pemerintah Inggris menyatakan dukungannya pada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
"Pemerintah Inggris menyatakan tetap dukung NKRI. Namun, kegiatan di Oxford itu akan mengganggu hubungannya dengan Indonesia," tulis Presiden Yudhoyono di akun jejaring sosial, twitternya @SBYudhoyono, Senin (6/5) malam.
Dalam dua pesan twitternya itu, Presiden Yudhoyono juga mengatakan, "Indonesia telah menyatakan penolakan dan ketidaksenangan atas pembukaan kantor Gerakan Separatis Papua di Oxford Inggris."
Pada akhir pekan lalu, Pemerintah Indonesia telah menyampaikan protes keras dan keberatan yang mendalam terhadap pembukaan kantor itu.
"Atas instruksi kami, Dubes RI di London telah menyampaikan posisi Pemerintah tersebut kepada Pemerintah Inggris," kata Menteri Luar Negeri Marty M Natalegawa dalam pernyataan persnya.
Apa kata Pemerintah Inggris soal protes Indonesia?
Duta Besar Inggris untuk Indonesia, Mark Canning, menegaskan bahwa sikap Dewan Kota Oxford yang merestui dan memfasilitasi pendirian sebuah kantor perwakilan untuk Organisasi Papua Merdeka (OPM) bukanlah sikap pemerintah Inggris.
"Kami memahami kesensitifan isu ini bagi pemerintah Indonesia," kata Canning dalam siaran persnya, Sabtu, 4 Mei 2013. Dia menjelaskan bahwa pandangan Dewan Kota Oxford tidak mewakili pandangan pemerintah Inggris.
"Dewan Kota Oxford seperti halnya dewan-dewan lainnya di Inggris, bebas mendukung tujuan apa pun yang mereka inginkan. Mereka bukan bagian dari pemerintah," kata Canning.
"Segala bentuk tindakan mereka tidak ada hubungannya dengan pemerintah Inggris dalam hal ini."
Meski begitu, Dubes Inggris mengaku prihatin dengan masih adanya sejumlah kasus dugaan pelanggaran HAM di Papua.
"Kami juga sependapat dengan pernyataan perwakilan Komisi HAM PBB Navi Pilay yang mengatakan bahwa masih ada beberapa keprihatinan dugaan pelanggaran HAM di Papua yang harus ditangani," kata Canning.
Pertemuan Parlemen
Perjuangan Benny Wenda untuk Papua merdeka sudah lama. Namun, secara resmi baru dimulai ketika ia dipilih menjadi Koordinator Diplomasi Internasional soal Papua melalui Konferensi Parlemen Nasional West Papua (PNWP) di Jayapura pada Kamis, 5 April 2012.
Situs resmi Komite Nasional Papua Barat, www.knpbnews. com melansir, Konferensi PNWP dihadiri anggota-anggota parlemen dari 22 parlemen daerah di seluruh tanah Papua.
Selanjutnya, secara terbuka hasil konferensi dideklarasikan di hadapan ribuan rakyat Papua di Lapangan They Eluay, Sentani, pada Senin, 9 April 2012.
Pada kesempatan itu, atas nama rakyat Papua, secara resmi PNWP mengeluarkan Surat Kuasa kepada Benny Wenda di Oxford, Inggris.
Ketua PNWP, Buctar Tabuni kepada Majalah Selangkah, menuturkan, rakyat Papua merasa koordinasi antar pejuang Papua merdeka di luar negeri adalah mendesak.
Maka, kata dia, rakyat Papua melalui 22 parlemen daerah di seluruh tanah Papua memilih dan menetapkan Benny Wenda. ”Mandat perjuangan dari daerah-daerah telah diputuskan sebagai keputusan nasional dalam perjuangan Papua Merdeka,” katanya.
Dalam sidang yang dipimpin Ronsumbre Harry itu, Benny Wenda dianggap memiliki kemampuan dan semangat kerja dalam mendorong kompanye dan jaringan diplomasi di luar negeri, selain diplomat lain yang juga memperjuangkan kemerdekaan Papua.
Ia dianggap sebagai salah satu pemimpin Papua Merdeka yang berhasil menunjukan jalan menuju pembebasan melalui pembentukan International Parliamentarians for West Papua (IPWP) dan International Lawyers for West Papua (ILWP).
Perjuangan Benny Wenda mendapat apresiasi dunia internasional ketika dia menggelar pertemuan anggota parlemen dari seluruh dunia dan masyarakat sipil yang tergabung dalam Internasional Parlemen West Papua (IPWP) di Westminister Abbey, Inggris, untuk membahas status Papua Barat dalam Indonesia, Selasa, 23 Oktober 2012.
Dikabarkan, mereka berbicara soal Act of Free Choice tahun 1969, Perjanjian New York tahun 1962, dan hak penentukan nasip sendiri bagi Papua Barat.
Menariknya, pertemuan itu digelar seminggu setelah kunjungan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ke Inggris.
Dalam rilisnya, IPWP mengatakan, selama hampir lima puluh tahun, Papua Barat telah berada di bawah pendudukan Indonesia. Pada tahun lalu saja, puluhan demonstran damai telah dipenjara dan pemimpin terkemuka kemerdekaan Papua Barat dibunuh.
Pertemuan di Inggris itu dihadiri pemimpin diplomasi internasional untuk kemerdekaan Papua Barat, di antarnaya Caroline Lucas (Partai Hijau MP untuk Brighton Pavillion), Andrew Smith (Partai Buruh MP untuk Oxford Timur), dan Harries dari Inggris dan para pemimpin masyarakat sipil dari Tapol, Down to Earth, Jaringan Pertambangan London, dan Pengacara Oxford University.
Saat itu juga digelar uga konferensi video dengan anggota parlemen dari Australia dan Selandia Baru. Dikabarkan, dalam waktu tidak terlalu lama, anggota parlemen dan organisasi setiap negara yang tergabung dalam IPWP akan memanggil pemerintah mereka melalui PBB.
Mereka akan meminta untuk segera digelar latihan pemungutan suara bagi rakyat di Papua Barat. “Biarkan mereka menentukan masa depan mereka sendiri sesuai dengan standar internasional hak asasi manusia, prinsip-prinsip hukum internasional dan Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa,” tulisnya.
Belajar dari pengalaman Timor Timur, Pemerintah Indonesia harus serius menyikapi perjuangan Benny Wenda ini. Jangan pernah meremehkan perjuangan Papua merdeka. [L-8]
Hanya pemerintah saja yang seolah-olah kaget ketika sebuah organisasi Papua merdeka pimpinan Benny Wenda berdiri di Oxford, Inggris.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menilai, pembukaan kantor Gerakan Separatis Papua di Oxford, Inggris akan mengganggu hubungan Indonesia dan Inggris, sekalipun Pemerintah Inggris menyatakan dukungannya pada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
"Pemerintah Inggris menyatakan tetap dukung NKRI. Namun, kegiatan di Oxford itu akan mengganggu hubungannya dengan Indonesia," tulis Presiden Yudhoyono di akun jejaring sosial, twitternya @SBYudhoyono, Senin (6/5) malam.
Dalam dua pesan twitternya itu, Presiden Yudhoyono juga mengatakan, "Indonesia telah menyatakan penolakan dan ketidaksenangan atas pembukaan kantor Gerakan Separatis Papua di Oxford Inggris."
Pada akhir pekan lalu, Pemerintah Indonesia telah menyampaikan protes keras dan keberatan yang mendalam terhadap pembukaan kantor itu.
"Atas instruksi kami, Dubes RI di London telah menyampaikan posisi Pemerintah tersebut kepada Pemerintah Inggris," kata Menteri Luar Negeri Marty M Natalegawa dalam pernyataan persnya.
Apa kata Pemerintah Inggris soal protes Indonesia?
Duta Besar Inggris untuk Indonesia, Mark Canning, menegaskan bahwa sikap Dewan Kota Oxford yang merestui dan memfasilitasi pendirian sebuah kantor perwakilan untuk Organisasi Papua Merdeka (OPM) bukanlah sikap pemerintah Inggris.
"Kami memahami kesensitifan isu ini bagi pemerintah Indonesia," kata Canning dalam siaran persnya, Sabtu, 4 Mei 2013. Dia menjelaskan bahwa pandangan Dewan Kota Oxford tidak mewakili pandangan pemerintah Inggris.
"Dewan Kota Oxford seperti halnya dewan-dewan lainnya di Inggris, bebas mendukung tujuan apa pun yang mereka inginkan. Mereka bukan bagian dari pemerintah," kata Canning.
"Segala bentuk tindakan mereka tidak ada hubungannya dengan pemerintah Inggris dalam hal ini."
Meski begitu, Dubes Inggris mengaku prihatin dengan masih adanya sejumlah kasus dugaan pelanggaran HAM di Papua.
"Kami juga sependapat dengan pernyataan perwakilan Komisi HAM PBB Navi Pilay yang mengatakan bahwa masih ada beberapa keprihatinan dugaan pelanggaran HAM di Papua yang harus ditangani," kata Canning.
Pertemuan Parlemen
Perjuangan Benny Wenda untuk Papua merdeka sudah lama. Namun, secara resmi baru dimulai ketika ia dipilih menjadi Koordinator Diplomasi Internasional soal Papua melalui Konferensi Parlemen Nasional West Papua (PNWP) di Jayapura pada Kamis, 5 April 2012.
Situs resmi Komite Nasional Papua Barat, www.knpbnews. com melansir, Konferensi PNWP dihadiri anggota-anggota parlemen dari 22 parlemen daerah di seluruh tanah Papua.
Selanjutnya, secara terbuka hasil konferensi dideklarasikan di hadapan ribuan rakyat Papua di Lapangan They Eluay, Sentani, pada Senin, 9 April 2012.
Pada kesempatan itu, atas nama rakyat Papua, secara resmi PNWP mengeluarkan Surat Kuasa kepada Benny Wenda di Oxford, Inggris.
Ketua PNWP, Buctar Tabuni kepada Majalah Selangkah, menuturkan, rakyat Papua merasa koordinasi antar pejuang Papua merdeka di luar negeri adalah mendesak.
Maka, kata dia, rakyat Papua melalui 22 parlemen daerah di seluruh tanah Papua memilih dan menetapkan Benny Wenda. ”Mandat perjuangan dari daerah-daerah telah diputuskan sebagai keputusan nasional dalam perjuangan Papua Merdeka,” katanya.
Dalam sidang yang dipimpin Ronsumbre Harry itu, Benny Wenda dianggap memiliki kemampuan dan semangat kerja dalam mendorong kompanye dan jaringan diplomasi di luar negeri, selain diplomat lain yang juga memperjuangkan kemerdekaan Papua.
Ia dianggap sebagai salah satu pemimpin Papua Merdeka yang berhasil menunjukan jalan menuju pembebasan melalui pembentukan International Parliamentarians for West Papua (IPWP) dan International Lawyers for West Papua (ILWP).
Perjuangan Benny Wenda mendapat apresiasi dunia internasional ketika dia menggelar pertemuan anggota parlemen dari seluruh dunia dan masyarakat sipil yang tergabung dalam Internasional Parlemen West Papua (IPWP) di Westminister Abbey, Inggris, untuk membahas status Papua Barat dalam Indonesia, Selasa, 23 Oktober 2012.
Dikabarkan, mereka berbicara soal Act of Free Choice tahun 1969, Perjanjian New York tahun 1962, dan hak penentukan nasip sendiri bagi Papua Barat.
Menariknya, pertemuan itu digelar seminggu setelah kunjungan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ke Inggris.
Dalam rilisnya, IPWP mengatakan, selama hampir lima puluh tahun, Papua Barat telah berada di bawah pendudukan Indonesia. Pada tahun lalu saja, puluhan demonstran damai telah dipenjara dan pemimpin terkemuka kemerdekaan Papua Barat dibunuh.
Pertemuan di Inggris itu dihadiri pemimpin diplomasi internasional untuk kemerdekaan Papua Barat, di antarnaya Caroline Lucas (Partai Hijau MP untuk Brighton Pavillion), Andrew Smith (Partai Buruh MP untuk Oxford Timur), dan Harries dari Inggris dan para pemimpin masyarakat sipil dari Tapol, Down to Earth, Jaringan Pertambangan London, dan Pengacara Oxford University.
Saat itu juga digelar uga konferensi video dengan anggota parlemen dari Australia dan Selandia Baru. Dikabarkan, dalam waktu tidak terlalu lama, anggota parlemen dan organisasi setiap negara yang tergabung dalam IPWP akan memanggil pemerintah mereka melalui PBB.
Mereka akan meminta untuk segera digelar latihan pemungutan suara bagi rakyat di Papua Barat. “Biarkan mereka menentukan masa depan mereka sendiri sesuai dengan standar internasional hak asasi manusia, prinsip-prinsip hukum internasional dan Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa,” tulisnya.
Belajar dari pengalaman Timor Timur, Pemerintah Indonesia harus serius menyikapi perjuangan Benny Wenda ini. Jangan pernah meremehkan perjuangan Papua merdeka. [L-8]
No comments:
Post a Comment