Haris Azhar, Kordinator KontraS saat memberikan keterangan pers (Foto: antaranews.com)
PAPUAN, Jakarta — Kordinator Komisi Untuk Orang
Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Haris Azhar melihat
situasi di Papua semakin memprihatinkan, kesejahteraan makin timpang,
termasuk kebebasan untuk berekspresi yang semakin direpresi.
“Saya pikir pemerintah dan aparat keamanan harus berpikir, bahwa
Papua jadi pusat perhatian dunia hari ini,” ujar Haris, saat dihubungi
suarapapua.com via elektronik mail, Rabu (15/5/2013) lalu.
Menurut Haris, saat in posisi Indonesia secara politik dimata
masyarakat luar dan dalam negeri makin tidak populis. “Lalu apa yang
harus pertahankan dengan cara represif dan kebijakan ekonomi yang gagal
untuk Papua?,” tanyanya.
Haris mengatakan, Pemerintah sepatutnya memulai sebuah pendekatan
baru dengan memulai cara-cara damai dalam kegiatan sehari-hari
masyarakat Papua.
“Jika argumentasinya soal Kemerdekaan Papua, itu bukan isu yang harus
ditakuti. Setiap daerah kalau kecewa juga minta merdeka. Fenomena itu
juga ada di Amerika, salah satu negara yang mengaku sebagai kampiun
demokrasi,” ujarnya.
Justru, lanjut Haris, Pemerintah harus menunjukan kedewasaannya,
teriak, aksi ataupun kibarkan bendera harus diukur dari penegakan hukum.
“Apakah aktivitas politik di Papua ada yang secara nyata membahayakan
jiwa? Apakah aktivitas pengibaran bendera otomatis ada negara Papua?
kan tidak. Saya khawatir represi dan pemiskinan di Papua hanya jadi
show case saja kepada dunia luar bahwa negara masih ada dan kuat,” ujarnya.
Sementara, kata Haris,] secara psikologis Papua dijadikan banalitas
pembuangan hasrat kekerasan yang hidup dibawah alam sadar aparat
keamanan, setelah Aceh, Timor dan daerah lainnya sudah tidak menjadi
daerah konflik.
“Saya ingin menawarkan kepada Pemerintah Indonesia untuk memulai
membangun kesadaran baru terhadap Papua. Keterbukaan politik bagi Papua
dan menyepakati rumusan tindakan dan aktivitas yang luwes. Kedewasaan
ini akan membangun kepercayaan orang Papua kepada Pemerintah Jakarta,”
tutupnya.
Sebelumnya, seperti diberikan media ini, kekerasan aparat keamanan
kembali terjadi dua bulan belakangan ini di Sorong, Timika, Jayapura,
Wamena dan Biak.
Pada 30 April 2013, aparat Kepolisian Resort Kota Sorong menembak dua
warga sipil, 3 lain luka-luka, belakangan satu korban luka, ibu
Salomina Klaibin (37) juga tewas. Dalam operasi tersebut, 7 orang
ditangkap aparat, termasuk salah satu pimpinan aksi, Isak Klaibin.
Di Timika, 1 Mei 2013 aparat menangkap 15 orang massa aksi yang
sedang menaikan bendera bintang kejora secara damai, tujuh orang telah
ditetapkan sebagai tersangka. Di Biak, satu orang ditembak mati aparat
keamanan, dan dua ditangkap.
Di Jayapura, satu aktivis KNPB ditangkap aparat keamana saat sedang
berorasi. Kemudian, 13 Mei 2013, aksi yang digelar solidarita korban
pelanggaran HAM Papua dibubarkan secara paksa oleh Polisi. Empat orang
aktivis, termasuk Ketua Umum KNPB, Victor F Yeimo juga ikut ditangkap
polisi.
OKTOVIANUS POGAU
Sum: http://suarapapua.com/
No comments:
Post a Comment