Perundingan yang dimaksud, yakni perundingan tingkat tinggi yang berskala internasional dalam pengawasan negara ketiga yang netral. Juru Bicara Forum Revolusi TPN-OPM, Saul .Y. Bomay mengatakan, persoalan status politik bangsa Papua Barat bukan persoalan Republik Indonesia, melainkan masalah internasional.
“Sehingga, kami harap harus ada perundingan segitiga antara bangsa Papua, bangsa Republik Indonesia dan negara ketiga yang netral. Kami mendesak agar perundingan berskala internasional agar kedua belah pihak yang bertikai menemukan kesimpulan bagi rakyat Papua Barat,” kata Saul, di Abepura, Kota Jayapura, Senin (25/2).
Pelaku utama atau negara dalam perundingan itu, kata Saul, yang pertama Amerika Serikat, Belanda, RepubIik Indonesia, UNTEA –PBB dan yang lainnya, pihak korban politik TPN-OPM sebagai tunggal dan penanggungjawab politik bangsa Papua Barat.
Selain itu menurut Saul, saksi dan pelaku PEPERA 1969 yang menyaksikan proses PEPERA 1969 itu berlangsung. “Nantinya, kami akan lihat dalam perundingan tersebut, apakah sesuai dengan New York Agreement 15 Agustus 1962 atau tidak,” terangnya.
Ilustrasi wajah Papua (jakarta45.wordpress.com)
Saul memaparkan, selain yang disebutkan itu, harus juga melibatkan lembaga yang mempunyai kekuatan hukum yang kuat seperti tim pembela HAM PBB, Ammnesty International, LSM internasional, Lembaga Bantuan Hukum Internasional (LBHI), Dewan Gereja se-Dunia dan lembaga-lembaga lain yang berkompoten dengan kekuatan hukum, serta tim independen.
Sedangkan dialog komunikasi konstruktif yang sedang dibicarakan Presiden Susilo Bambang Yodhoyono, kata Saul, hal itu bersifat illegal. “Karena, rakyat Papua tak menuntut persoalan kesejahteraan di tanah Papua. Yang jelasnya, rakyat Papua tak butuh dialog komunikasi konstruktif di tanah Papua,” terangnya.
Menurut Saul, apabila dalam perundingan itu nantinya tak melibatkan pihak ketiga yang independen, maka persoalan Papua tak menuai kesimpulan yang konkret dan pelanggaran HAM akan meningkat terus. “Saya harap pemerintah pusat jeli dalam melihat arah dialog ini, apabila negara ingin Papua aman dan damai,” katanya.
Selain itu menurut Saul, di tengah kericuan yang meningkat di tanah Papua, solusi terbaik ialah melalui dialog tapi bukan dialog yang dimediasi oleh petinggi-petinggi di Republik Indonesia. Namun, dirinya berharap harus di mediasi oleh negata ketiga yang netral. “Tanpa pihak ketiga maka suara rakyat Papua sudah menolak yang namanya dialog komunikasi konstruktif buatan Negara Kesatuan Republik Indonesia,” tandasnya. (Jubi/Ones Madai)
Sumber:http://tabloidjubi.com/
No comments:
Post a Comment