CATATAN BAGI SEMUA PEMIMPIN DAN PEJUANG PAPUA MERDEKA
Jalan yang benar menuju Kemerdekaan Bangsa Papua Barat adalah:
- Dasar Hukum HAM Internasional dan Self-Determination berdasarkan Deklarasi Unversal atas Hak-Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 10 Desember 1948 (the Universal Declaration of Human Rights), yang mana tercantum dalam Muhkadima Deklaras ini,);
- Kovenan internasional atas Hak-Hak Civil dan Politik (the International Covenant on Civil and Political Rights), yang di terima dan disahkan pada tanggal 16 Desember 1966, dalam pasal (1) ayat 1, 2 dan ayat 3 tentang Hak Menentukan Nasib Sendiri (Self-Determination);
- Deklarasi PBB atas Hak-Hak Masyarakat Pribumi (United Nations Declaration on the Rights of Indigenous Peoples), yang di terima dan disahkan Dalam Sidang Majelis Umum PBB pada tanggal 13 September 2007, yang mana sesuai bunyi articles 3 dan 4 tentang Hak Menentukan Nasib Sendiri (Self Determination).
Isi selengkapnya sebagai berikut:
Pertama, Muhkadima (Preambul) Deklarasi Universal atas Hak-Hak Asasi Manusia
PREAMBLE
Whereas recognition of the inherent
dignity and of the equal and inalienable rights of all members of the
human family is the foundation of freedom, justice and peace in the
world,
Whereas disregard and contempt for human
rights have resulted in barbarous acts which have outraged the
conscience of mankind, and the advent of a world in which human beings
shall enjoy freedom of speech and belief and freedom from fear and want
has been proclaimed as the highest aspiration of the common people,
Whereas it is essential, if man is not
to be compelled to have recourse, as a last resort, to rebellion against
tyranny and oppression, that human rights should be protected by the
rule of law,
Whereas it is essential to promote the development of friendly relations between nations,
Whereas the peoples of the United
Nations have in the Charter reaffirmed their faith in fundamental human
rights, in the dignity and worth of the human person and in the equal
rights of men and women and have determined to promote social progress
and better standards of life in larger freedom,
Whereas Member States have pledged
themselves to achieve, in cooperation with the United Nations, the
promotion of universal respect for and observance of human rights and
fundamental freedoms,
Whereas a common understanding of these
rights and freedoms is of the greatest importance for the full
realization of this pledge,
Now, therefore,
The General Assembly
proclaims
This Universal Declaration of Human Rights
as a common standard of achievement for
all peoples and all nations, to the end that every individual and every
organ of society, keeping this Declaration constantly in mind, shall
strive by teaching and education to promote respect for these rights and
freedoms and by progressive measures, national and international, to
secure their universal and effective recognition and observance, both
among the peoples of Member States themselves and among the peoples of
territories under their jurisdiction.
Kedua, Kovenan Internasional atas Hak-Hak Civil dan Politik
Pasal 1
Ayat (1) Semua
bangsa berhak untuk menentukan nasib sendiri. Berdasarkan hak tersebut
mereka bebas untuk menentukan status politik mereka dan bebas untuk
mengejar kemajuan ekonomi, sosial dan budaya mereka. Bahasa Aslinya: Article
1 Paragraph 1, All peoples have the rights to Self-Determination. By
virtue of that right they freely determine their political status and
freely pursue their economic, social and cultural development.
Ayat (2) Semua
bangsa, untuk tujuan-tujuan mereka sendiri dapat mengelola kekayaan dan
sumber daya alam mereka tanpa mengurangi kewajiban-kewajiban yang
timbul dari kerja sama ekonomi Internasional, berdasarkan prinsip saling
menguntungkan dan hukum internasional. Dalam hal apapun tidak
dibenarkan untuk merampas hak-hak suatu bangsa atas sumber-sumber
kehidupannya sendiri. Bahasa aslinya, All
peoples may, for their own ends, freely dispse of their natural wealth
and resources without prejudice to any obligation arising out of
international economic co-coperation, based upon the principle of mutual
benefit, and international law. In no case may a people be deprived of
its own means of subsistence.
Ayat
(3) Negara pihak pada Kovenan ini, termasuk mereka yang bertanggungjawab
atas penyelenggaraan wilayah tanpa Pemerintahan Sendiri dan wilayah
Perwalian, harus memajukan Perwujudan Hak Untuk Menentukan Nasib
Sendiri, dan harus menghormati hak tersebut sesuai dengan ketentuan
dalam Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa”. Bahasa aslinya, The
States parties to the present covenant, including those having
responsibility for the administration of Non-Self-Determination Trust
Territories, shall promote the realization of the right of
Self-Determination, and shall respect that right, in conformity with
provission of the charter of the United Nations.
Ketiga, Deklarasi PBB atas Hak-Hak Masyarakat Pribumi
Pasal 3, Masyarakat
adat mempunyai hak untuk menentukan nasib sendiri. Berdasarkan hak
tersebut, mereka secara bebas menentukan status Politik mereka dan
secara bebas mengembangkan kemajuan ekonomi, sosial dan budaya mereka. Bahasa aslinya, Article 3, every
Indigenous People have the rights to self-determination. By Virtue of
that right they freely determine their political status and freely
pursue their economics, social and cultural development.
Pasal 4, Masyarakat
adat, dalam melaksanakan hak mereka untuk menentukan nasib sendiri,
memiliki hak otonomi atau pemerintahan sendiri dalam masalah-masalah
yang berkaitan dengan urusan-urusan internal dan lokal mereka, juga
cara-cara dan sarana-sarana untuk mendanai fungsi-fungsi otonomi mereka.
Bahasa aslinya, Article 4, Indigenous
peoples, in exercising their right to self-determination, have the
right to autonomy or self-government in matters relating to their
internal and local affairs, as well as ways and means for financing
their autonomous functions.
Memgacu dari dasar Hukum HAM PBB diatas,
maka mekanisme penyelesaian konflik Politik di suatu wilayah, untuk
memperoleh Kemerdekaan melalui sebuah REFERENDUM. Zaman Kuno
menggunakan Resolusi PBB No. 1514 (XV) tentang De-Colonisasi, maka suatu Wilayah bisa memperoleh kemerdekaan Cuma-Cuma dari penjajah sebagai hadia.
Itu sebabnya, jangan salah terjemahkan.
Mohon sampaikan kepada Rakyat yang benar berdasarkan Hukum HAM
Internasional dan Mekanisme PBB dalam praktek Penyelesaian konflik
politik di setiap wilayah dalam dunia.
Bahasa yang sederhana adalah:
Bangsa Papua pun mempunyai hak untuk
menentukan nasib sendiri, sesuai pasal 3, dan 4 namun hak itu telah
dilanggar oleh Pemerintah Colonial Republik Indonesia melalui
Pelaksanaan PEPERA 1969, yang tidak sesuai dengan prinsip dan aturan
hukum HAM Internasional.
Pelaksanaan PEPERA 1969 adalah penuh
dengan terror dan intimidasi yang berlebihan oleh aparat keamanan
Republik Indonesia, sebagaimana pengakuan Letjen Purn Sintong Panjaitan
dalam bukunya yang berjudul “Perjalanan Seorang Prajurit Para Komando”.
Berikut kutibannya:
Invasi Militer Indonesia di Papua Bagian Barat Pulau New Guinea
Dengan dilegitimasinya penyerahan
Administrasi Pemerintahan Papua Barat dari UNTEA kepada Pemerintah
Colonial Republik Indonesia pada tanggal 1 Mei 1963, maka Indonesia
telah dapat melegalkan diri atas semua tindakan dalam aksi-aksi
Militernya.
Tindakan
Militer Indonesia yang dimaksud, telah dapat dilakukan dari tanggal 1
Mei 1963 sampai dengan tahun 1969, dimana berakhirnya PEPERA yang dapat
di REKAYASA dengan Penuh TERROR dan INTIMIDASI. Hal ini adalah Fakta.
Untuk membuktikannya, silakan ikuti Pengakuan Letjen Purn Sintong Panjaitan dalam Bukunya yang berjudul “Perjalanan Seorang Prajurit PARA KOMANDO” dibawah ini. Silakan simak!
“Perjalanan Seorang Prajurit PARA KOMANDO” pada
halaman 145-187 tentang peristiwa pelanggaran hak-hak asasi manusia
atas bangsa Papua Barat. Dalam bukunya, Sintong Panjaitan mengulas
dengan jelas bahwa PEPERA 1969 dapat dimenangkan melalui operasi,
TEMPUR, operasi TERITORIAL dan operasi WIBAWA yang bertujuan untuk
menteror, dan Intimidasi orang Asli Papua, yang pro Merdeka.
Peristiwa pelanggaran HAM ini dengan agenda “OPERASI
TEMPUR DI IRIAN BARAT (RPKAD) tahun 1965 di kepala Burung Manokwari;
OPERASI TERITORIAL PENENTUAN PENDAPAT RAKYAT DI IRIAN BARAT dengan
operasi “KARSAYWDA WIBAWA” yang bertujuan untuk
memenangkan PEPERA 1969 melalui jalan teror, intimidasi dan pembunuhan,
penculikan orang asli Papua yang dicurigai.
Dengan Fakta pengakuan Sintong Panjaitan
di atas, maka telah jelas bahwa bangsa Papua telah dan sedang menjadi
korban pelanggaran Hak-hak Asasi Manusia.
Sington
Panjaitan adalah Komandan Operasi Lapangan, Pada tahun 1965-1969
sebelum dan paska pelaksanaan PEPERA 1969 di Papua Barat. Sintong
Panjaitan juga adalah pelaku dan saksi atas peristiwa-peristiwa
pelanggaran HAM terhadap bangsa Papua di bagian Barat Pulau New Guinea.
Sintong Panjaitan juga telah
menambahkan, bahwa seandainya kami (TNI) tidak melakukan operasi-operasi
TEMPUR, TERITORIAL dan WIBAWA sebelum dan paska pelaksanaan PEPERA dari
Tahun 1965-1969, maka saya yakin bahwa PEPERA 1969 di Irian Barat dapat
dimenangkan oleh kelompok Pro Papua Merdeka. Source: Cenderawasih Pos
edisi 12 Maret 2009. Related News: Click on, http://bukugramedia.blogspot.com/2009/04/para-komando-perjalanan-seorang.html.
Sekalipun Pemerintah Indonesia
mengatakan PEPERA 1969 di Menangkan dengan mutlak dan murnih, maka
masalah Papua sudah final melalui PEPERA. Namun pertanyaannya adalah
Mengapa PEPERA 1969 sudah final, tapi Papua selalu konflik? Kemudian
selanjutnya Indonesia memberikan OTSUS 2001 bagi Papua, dan perkataan
Presiden SBY bahwa Special Outonomy Programme is Final Solution. Tapi
mengapa Papua tetap konflik? Apakah dalam sebuah pertandingan ada dua
kali final kah? Tentu tidak. Ingat, Sintong Panjaitan menjelaskan dalam
bukunya bahwa PEPERA 1969 dapat dimenangkan melalu operasi-operasi
Militer, dengan tujuan menteror, Intimidasi orang Asli Papua. Dengan
begitu PEPERA dimenangkan oleh Indonesia. Dengan dasar ini, maka PEPERA 1969 belum final.
Dengan demikian, maka hak untuk
menentukan nasib sendiri bagi bangsa Papua masih ada atau akan berlaku,
karena hak menentukan nasib sendiri belum pernah dilaksanakan sesuai
mekanisme PBB. Ingat, bahwa PEPERA 1969 telah melanggar pasal 3, dan 4
Deklarasi tentang Hak-Hak, Masyarakat Adat, dan juga melanggar Kovenan
Internasional Bagian I Pasal 1 ayat 1, 2 dan ayat 3.
Notes:
Pada abad millenium ini Self-Determination harus melalui sebuah REFERENDUM,
berdasarkan mekanisme PBB. Tidak ada kata KEMBALIKAN KEDAULATAN atau
Pengakuan Kedaulatan. Mengapa? Karena cara ini adalah cara yang telah
lama digunakan dari tahun 00 sampai 1970-an, maka masyarakat
Internasional tidak tertarik lagi. Namun tahun 1971 sampai dengan
sekarang ada perubahan system dalam hal Penentuan Nasib Sendiri, yaitu
melalui sebuah REFERENDUM yang demokratis dibawah pengawasan PBB. Hal ini bisa lahir berdasarkan Krisis Hak-Hak Asasi Manusia yang serius (Serious Human Rights Crisis) di suatu wilayah terhadap masyarakat pribumi.
Kemerdekaan bisa lahir melalui dua jalur
saja, yaitu Hukum dan HAM serta Politik. Kemerdekaan bisa datang
melalui Hukum dan HAM lewat pintu Dewan HAM PBB, yang kemudian diajukan
dalam Sidang tahuna Majelis Umum PBB atau disana bisa voting suara; Dan
Kemerdekaan juga bisa lahir melalui jalur Politik, yaitu melalui pintu
Decolonisasi PBB berdasarkan Resolusi 1514 (XV) (kembali lagi melalui
sebuah REFERENDUM), sesuai mekanisme Perserikatan Bangsa-Bangsa. Oleh
karena itu mohon berikan pemahaman dengan baik kepada public, agar
rakyat tidak tertipu lagi.
Harap menjadi perhatian oleh semua
pemimpin dan pejuang bangsa Papua Barat, yang ikut dalam perjuangan
untuk menentukan nasib sendiri (Self Determination). Terima kasih atas Perhatian Anda.
Admin WPNLA 2013
Sumber: www.wpnla.net
No comments:
Post a Comment