Frits Ramandey, Kepala Perwakilan Komnas HAM Papua (Foto: tabloidjubi.com)
PAPUAN, Jayapura — Pernyataan Anggota Dewan Perwakilan
Rakyat Papua (DPRP), Boy Dawir di beberapa medial lokal di Papua, yang
meminta agar status Ibu Hana Hikoyabi dalam tim seleksi KPU Provinsi
Papua kembali dipertimbangkan karena persoalan ideologinya, mendapat
tanggapan dari Kepala Perwakilan Komnas HAM Provinsi Papua, Frits
Ramandey.
Menurut Ramandey, jika dilihat dari aspek hak asasi manusia,
pernyataan Boy Dawir dinilai melanggar hak asasi manusia, apalagi
pernyataan tersebut dikeluarkan untuk seorang perempuan asli Papua.
“Itu seharusnya tidak keluar dari mulut seorang wakil rakyat. Ini
seperti mengadili hak asasi seseorang, apalagi dilihat dari aspek
ideologi, sebab yang namanya anggota DPR harus memilki pemikiran,
kompetensi dan kapasitas yang baik,” kata Ramandey, ketika dimintai
tanggapan oleh
suarapapua.com, Selasa (21/5/2013) malam.
Menurut Ramandey, belum ada putusan hukum tetap yang ikrah, yang bisa
menunjukan bahwa ideologi ibu Hana Hikoyabi terlibat dalam separatis,
atau pernah melakukan tindak pidana.
Bahkan, Ramandey menilai pernyataan dari Boy Dawir sama saja dengan
melakukan penghakiman dan pembunuhan karater terhadap orang asli Papua,
dan pernyataan seperti itu sangat bertentangan dengan azas–azas parsial,
dari Hana Hikoyabi yang notabene adalah perempuan asli Papua.
“Selama belum ada putusan tetap dari pengadilan, maka seseorang wajib
menggunakan hak asasinya untuk kepentingan tertentu, dan Ibu Hana
memilki hak tersebut, sehingga pernyataan dari Boy Dawir sangat keliru
dan penuh dengan kepentingan politik,” terangnya.
Dikatakan, jika bicara soal putusan Menteri Dalam Negeri nomor 161/
1235/SJ yang menyebutkan Ibu Hana Hikoyabe tidak memenuhi syarat sesuai
dengan PP. No 54 tahun 2004 poin A dan poin D yang berisi tentang setia
kepada Pancasila dan memiliki komitmen yang kuat untuk mengamalkannya,
serta taat kepada UUD NKRI tahun 1945, Ramandey menilai pernyataan
tersebut mengada-ada.
“Karena namanya putusan Mendgri belum tentu memiliki putusan yang
tetap, apalagi jika lihat dari kasus Ibu Hanya Hikoyabi, soal penolakan
Otsus, harus juga diketahui oleh Boy Dawir yang terhormat, bahwa saat
itu posisi Ibu Hana Hikoyabe sebagai wakil Ketua MRP, sebagai perwakilan
dari representasi masyarakat Papua, yang ketika itu menolak Otsus,
sehingga sebagai wakil rakyat Papua dirinya hanya melajutkan ke DPRP,”
tegas Ramandey.
“Ibu Hanya saat itu sebagai wakil MRP, wajar saja jika dia menjadi
penyambung apsirasi masyarakat Papua, belum bisa dibilang separatis
atau ideologinya diperhatikan, jadi bagi saya Ibu hanya Hikoyabe
memiliki hak sebagai anggota tim seleksi KPU Papua,” tambahnya.
SEM MIRINO
No comments:
Post a Comment