Gustaf Kawer, SH, M.Hum, salah satu pengacara enam aktivis KNPB Wilayah Timika (Foto: dok pribadi)
PAPUAN, Jayapura — Sejumlah aktivis hak asasi
manusia mengutuk aksi brutal aparat Kepolisian Resort Kota Sorong,
bersama Anggota TNI dari Komando Distrik Militer 1704/Sorong, yang
menembak mati tiga warga sipil, dan menyebabkan dua lain luka-luka
kritis, saat dilakukan penyerangan di Kelurahan Aimas, Distrik Sorong,
Papua Barat, 30 April 2013 lalu.
“Tindakan aparat TNI dan Polri sangat tidak profesional, dan bisa
dikatakan bertindak kekanak-kanakan, ini tentu masuk dalam kategori
pelanggaran HAM berat,” kata Gustaf Kawer, salah satu pengacara senior
di Jayapura, Papua, saat mengubungi
suarapapua.com, Rabu (8/5/2013) pagi.
Menurut Kawer, dirinya berani menyatakan demikian sebab aparat sudah
berulang kali menangkap, menyiksa, bahkan menembak mati warga sipil yang
jelas-jelas tidak melakukan perlawanan terhadap aparat keamanan,
terakhir yang terjadi di Aimas, Sorong.
“Kalau aparat klaim tindakan tersebut profesional, apakah tindakan
mereka sudah sesuai dengan deklarasi HAM PBB, kovenan-kovenan HAM PBB,
ini yang perlu di jelaskan, sebab kalau dilihat secara menyeluruh, sudah
banyak menyalahi aturan,” ujarnya.
Kawer juga mengaku heran, sebab aparat tidak sedang berhadapan dengan
massa yang bersenjata, namun melakukan penembakan membabi-buta seakan
massa aksi juga bersenjata dan akan menembak aparat.
“Ada KUHAP juga yang mengatur cara tangkap orang. Minimal harus ada
surat tugas penangkapan, jika tidak, maka tidak bisa dilakukan
penangkapan. Jika aparat katakan menembak karena ada perlawanan, itu
tidak logis, sebab kekuatan massa sedikit, dan tak memiliki senjata yang
bisa membahayakan nyawa aparat sendiri,” urainya.
Dikatakan, klarifikasi tak bermutu dari aparat justru membenarkan
aksi brutal yang mereka lakukan, sebab juga tak kedepankan standar
moral, yang juga ada dalam protap Polisi sendiri.
“Untuk yang di Aimas, pimpinan yang memberikan komando, dan aparat
yang sedang berada di lapangan harus dimintai pertanggung jawaban,” kata
Kawer.
Kawer juga menyesalkan cara aparat yang memunculkan barang bukti usai
dilakukan penembakan, apalagi sampai menewaskan warga sipil.
“Hanya pengadilan yang bisa memutuskan apakah seseorang bersalah atau
tidak, aparat tidak punya hak dan kewenangan, karena itu kenapa mereka
tak ditangkap saja, tapi ditembak secara brutal,” tambahnya.
“Pemerintah Indonesia tidak bisa menutupi diri dari sorotan
internasional, maupun dalam negeri. Kebobrokan pemerintah Indonesia akan
terus menjadi tontotan luar negeri,” ujar pengacara senior ini.
OKTOVIANUS POGAU
No comments:
Post a Comment