AMP komite kota Surabaya ketika menggelar Aksi damai. Foto: dok. MS.
Surabaya, MAJALAH
SELANGKAH --
Sejumlah mahasiswa Papua yang berada di kota studi Surabaya menggelar aksi long
march untuk menuntut pemerintah Indonesi membuka ruang demokrasi bagi rakyat
Papua.
Aksi yang dikoordinir oleh Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) komite Kota
Surabaya, selain menuntut ruang demokrasi juga menuntut pembukaan terhadap
akses media internasional ke Papua, Surabaya. Jawa Timur, Rabu (15/05/2013).
Aksi damai yang dimulai sejak pukul
10:30 WIB, diawali dari depan Hotel Santika jalan Pandegiling, Surabaya dan
seanjutnya melakukan long march sepanjang jalan Raya Darmo, Urip Sumoharjo,
jalan Tunjungan hingga berakhir di jalan gubernur Suryo tepatnya di depan gedung
Grahadi.
Pantauan media ini, Massa aksi
membentangkan poster dan membentangkan spanduk dengan ukuran 2X4 M, ada juga
yang membawa poster-poster korban pelanggaran HAM yang selama ini terjadi di
Papua.
Terdengar massa aksi menuntut agar pemerintah Indonesia segerah membuka akses
media internasional ke Papua dan menuntut agar segera membuka ruang demokrasi
bagi tanah Papua, karena sejauh ini pemerintah dinilai menutup mata atas semua
pelanggaran HAM yang terjadi di Papua selama ini.
Pemerintah Indonesia sedang menutup mata dengan kondisi Papua, padahal Bumi
Cenderawasih sedang mengalami duka yang cukup mendalam, ujar koordinator aksi
Yosua Tabuni, saat memberikan keterangan pers kepada sejumlah wartawan di depan
gedung grahadi.
Lanjut Tabuni, "Negara telah gagal memberikan kenyamanan terhadap masyarakat di
Papua, dan menutup mata atas peanggaran-pelanggaran HAM sejak Papua dianeksasi
kedalam wiayah NKRI," tuturnya.
Oleh karena itu, menurut Tabuni akses media internasiona harus dibuka
seluas-luasnya di Tanah Papua karena media internasiona ini akan berfungsi
menyalurkan segala persolan yang terjadi di Papua kehadapan publik nasional
maupun internasional. Ia pun meniai selama ini media-media lokal belum cukup
mampu untuk hal ini.
"Pembubaran dan penangkapan sewenang-wenang terhadap ketua umum Komite Nasional
Papua Barat (KNPB), Victor Yeimo, dan keempat aktivis yang dilakukan oleh
polisi beberapa hari lalu. Itu artinya, terdapat kegagalan negara dalam
meindungi masyarakatnya dan juga negara melalui pihak keamanan (TNI/POLRI, red)
sedang membatasi ruang demokrasi bagi orang Papua," tutur Tabuni.
Iapun menilai bahwa segala macam Program Pembangunan disegala bidang yang
diluncurkan pemerintah di Tanah Papua selama ini, baik Otonomi Khusus, UP4B
maupun program pembangunan lainnya tidak akan mampu menyelesaikan segala
persolan yang selama ini terjadi di Tanah Papua.
Dari pantauan www.majalahselangkah.com, aksi ini berjalan
dengan lancar hingga massa aksi membubarkan diri pada pukul 13:30 WIB. (Domin Douw/MS)
No comments:
Post a Comment