Jayapura - Wabah yang menyerang beberapa kampung di Distrik Kwor, kabupaten Tambrauw Papua Barat, antara lain kamoung Jocjoker, Kosefo, Baddei, Sukuwes, Krisnos sejak November 2012 lalu, dilaporkan telah menewaskan puluhan warga dan ratusan orang lainnya menderita sakit.
Data yang diperoleh Media Indonesia, serangan wabah yang menyebabkan masyarakat menderita busung lapar atau kurang gizi dan gatal-gatal.
Salah satu pekerja kemanusiaan yang mempunyai wilayah kerja di daerah yang dianda wabah, Bovit Bofar kepada Media Indonesia melalui ponselnya mengatakan kondisi di sana sangat memprihatinkan. Sebab, selain minim pelayanan kesehatan, daerah tersebut juga suit dijangkau.
"Kampung yang terkena wabah ini memang letaknya di pedalaman dan tidak ada jaringan komunikasi. Sehingga, kesulitan di akses. Kami menurunkan beberapa rekan ke sana dan melaporkan hasilnya," kata Bovit, Senin (1/4), melalui ponselnya.
Bovit yang juga kordinator Solidaritas Rakyat Peduli Kemanusiaan menjelaskan, wabah sejak November 2012. Karena pelayanan kesehatan yang belum pasti hingga Februari 2013 kematian mulai berjatuhan di Distrik kwor.
Kampung-kampung yang mengalami kematian di antaranya Kampung Baddei untuk orang sakit 250 orang dan meninggal 45 orang, Kampung Jokjoker orang sakit 210 dan meninggal 15 orang, Kampung Kosefo orang sakit 75 orang dan meninggal 35 orang.
Menurut dia, pihaknya telah menemui beberapa warga di Distrik Kwor dan masyarakat mengaku tidak pernah mendapat pelayanan kesehatan. Memang ada Puskesmas pembantu (Putsu) di kampung-kampung itu, hanya saja petugas medisnya tidak ada.
Setiap datang pengobatan ke Pustu di Distrik Kwor tidak ada mantri atau dokter di tempat, membuat mereka harus berjalan kaki ke Kampung-kampung lain yang ada pelayanan kesehatannya.
Dari keterangan pelayan Gereja di Kampung Jokjoker misalnya bahwa sakit masal warga di kampung Jokjoker dimulai pada November 2012. Ada warga yang sempat mencari pengobatan ke Werur dan sudah ada laporan ke medis di Kampung Bikar dan Kampung Werur namun tidak ada kepedulian.
"Begitu juga disampaikan ke Distrik Sausapor, ibu kota sementara Kabupaten Tambrauw namun belum ada kepastian atau kesannya tidak peduli," terang Bovit.
Hingga Febuari 2013, masyarakat mengalami kematian hampir di setiap kampung dari distrik Kwor dan berturut-turut, hingga pasien dari Kampung Kosefo yang sakit hampir 12 orang bersama dengan Kepala Bamuskam melakukan perjalanan ke Distrik Sausapor dengan menempuh jarak empat hari untuk berobat dan rawat inap di Pustu di Distrik Sausapor.
"Melihat sikap negara membiarkan penyakit menimpa masyarakat dan membiarkannya, kami menilai ada indikasi pelanggaran HAM berat yang dilakukan oleh negara dengan melakukan pembiaran hingga masyarakat menjadi korban," tutur Bovit yang mengaku membawahi beberapa lembaga yang berada di dalam solidaritas ini yakni Jendela Papua, Perkumpulan Akawuon dan Pengurus AMAN Sorong Raya, Ikatan Pemuda, Pelajar Mahasiswa Iywaro (IPPMI) Sorong Raya.
Pemerintah Lamban Bovit Bofar yang mengaku telah juga memberikan keterangan pers di Papua Barat menambahkan, Puluhan korban meninggal dunia lebih diakibatkan lambannya pemerintah dalam menangani.
"Kabupaten Tambrauw dari Sorong harus ditempuh dengan darat dan laut yang memakan waktu beberapa jam. Ditambah lagi medan Empat kampung itu jauh dan tak ada signal telekomunikasi. Bayangkan pemerintah baru tanggapi dengan kirim tim saat saksi bawa korban bisa sampai ke RUmah Sakit. Itu baru pada 16 Maret lalu pememrintah turun tangan dan belum optimal penanganan," ketus Bovit.
Kepala Bidang Humas Polda Papua yang juga membawahi Papua Barat Kombes I gede Sumerta Jaya yang dikonfirmasi mengaku belum tahu adanya kejadian wabah itu. (Marcel Kelen)
No comments:
Post a Comment