inilah.com/ist
Opini: Herdi Sahrasad
nasional - Senin, 5 November 2012 | 17:02 WIB
INILAH.COM, Jakarta - Dulu Presiden Soeharto pada 1967
melepaskan Freeport di Timika Irian Jaya kepada Amerika (AS), membuat
warga Papua meratap pilu. Dan kini warga Papua kembali menangis karena
ladang Gas Tangguh dilepas Presiden SBY kepada Inggris.
Kunjungan Presiden SBY ke Inggris menuai kontroversi. Pemberian konsesi proyek gas Tangguh Train 3 di Teluk Bintuni, Papua, oleh Presiden SBY kepada perusahaan asal Inggris, British Petroleum, dipersoalkan publik.
Pasalnya, pengembangan lanjutan kilang LNG Tangguh itu tidak dilakukan secara transparan sehingga bisa mendorong tuntutan civil society agar dibatalkan. Presiden SBY bisa dipersoalkan dan dituntut pemerintah mendatang. Jadi tidak hanya skandal Century yang bakal dipersoalkan, kemungkinan kasus jual murah Tangguh ke Inggris juga bakal dipersoalkan.
Masyarakat menganggap bahwa pemberian konsesi proyek gas Tangguh Train 3 kepada British Petroleum dari pemerintah Indonesia merupakan barter dengan gelar Knight Grand Cross in the Order of Bath dari Ratu Inggris Elizabeth II kepada Presiden SBY.
Menurut Ketua Koalisi Anti Utang (KAU), Dani Setiawan, pemberian gelar terhadap SBY merupakan suap ala anglo saxon. Artinya kerajaan seperti Inggris mengerti betul psikologis SBY yang peduli pada citra dan popularitas. Pemberian gelar ksatria itu, imbuh Dani, cara yang digunakan sejak lama oleh negara maju untuk mendapatkan kepentingan ekonomi dan politik di Indonesia.
Dani membeberkan, hal serupa terjadi pada masa Megawati Soekarnoputri sat menjadi presiden. Sebelum menjual gas alam cair Tangguh secara murah ke China, Megawati melakukan pesta dansa dengan Presiden China saat itu, Jiang Zemin. Begitu juga saat Soeharto terkait pembelian pesawat tempur dari Inggris.
SBY mengulangi kesalahan Megawati yang dulu dikecamnya sendiri. Papua dijadikan korban bisnis oleh negara. Warga Papua menangis, sumber daya alamnya dijual murah ke Inggris.
"Agar fair dan tidak merugikan negara, pendapat saya, ini harus ditenderkan secara internasional dan bersaing dengan terbuka. Apalagi ini 60 persen dikuasai negara," ujar pengamat perminyakan, Kurtubi, Sabtu (3/11).
Menurutnya, pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) serta Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi hanya melakukan penunjukan terhadap BP Plc sebagai operator. Kalau melalui mekanisme penunjukkan, semestinya pemerintah menunjuk Pertamina.
“Ada baiknya SBY mengingat Pertamina sudah berpengalaman dan sudah berhasil membawa Lapangan Gas Badak Kaltim tanpa menggunakan APBN. Ini tanpa kecelakaan lebih dari 30 tahun dan sudah berhasil menjual dengan harga yang mahal ke Jepang," tutur Kurtubi.
Sedangkan penguasaan LNG Tangguh diserahkan ke pihak swasta selama ini negara malah dirugikan. Hasil produksinya dijual dengan harga murah ke China. "Cara-cara ini semestinya digugat. Kalau ada ruang, ini harus dibatalkan. Apalagi pemerintah SBY yang tinggal dua tahun lagi. Ini berpeluang besar dituntut keras oleh penerus bangsa yang akan datang," papar Kurtubi.
Sejauh ini sudah ada bantahan pihak Istana tentang barter pemberian konsesi proyek gas Tangguh Train 3 kepada British Petroleum dengan pemberian gelar Knight Grand Cross in the Order of Bath. Namun hal itu masih belum berhasil menepis anggapan publik bahwa SBY sudah melakukan barter gas Tangguh dengan gelar yang diterimanya dari Ratu Elizabeth II, Inggris itu. [mdr]
http://nasional.inilah.com/read/detail/1923404/gelar-ksatria-sby-nasib-gas-papua#.UWed2meWLiw
Kunjungan Presiden SBY ke Inggris menuai kontroversi. Pemberian konsesi proyek gas Tangguh Train 3 di Teluk Bintuni, Papua, oleh Presiden SBY kepada perusahaan asal Inggris, British Petroleum, dipersoalkan publik.
Pasalnya, pengembangan lanjutan kilang LNG Tangguh itu tidak dilakukan secara transparan sehingga bisa mendorong tuntutan civil society agar dibatalkan. Presiden SBY bisa dipersoalkan dan dituntut pemerintah mendatang. Jadi tidak hanya skandal Century yang bakal dipersoalkan, kemungkinan kasus jual murah Tangguh ke Inggris juga bakal dipersoalkan.
Masyarakat menganggap bahwa pemberian konsesi proyek gas Tangguh Train 3 kepada British Petroleum dari pemerintah Indonesia merupakan barter dengan gelar Knight Grand Cross in the Order of Bath dari Ratu Inggris Elizabeth II kepada Presiden SBY.
Menurut Ketua Koalisi Anti Utang (KAU), Dani Setiawan, pemberian gelar terhadap SBY merupakan suap ala anglo saxon. Artinya kerajaan seperti Inggris mengerti betul psikologis SBY yang peduli pada citra dan popularitas. Pemberian gelar ksatria itu, imbuh Dani, cara yang digunakan sejak lama oleh negara maju untuk mendapatkan kepentingan ekonomi dan politik di Indonesia.
Dani membeberkan, hal serupa terjadi pada masa Megawati Soekarnoputri sat menjadi presiden. Sebelum menjual gas alam cair Tangguh secara murah ke China, Megawati melakukan pesta dansa dengan Presiden China saat itu, Jiang Zemin. Begitu juga saat Soeharto terkait pembelian pesawat tempur dari Inggris.
SBY mengulangi kesalahan Megawati yang dulu dikecamnya sendiri. Papua dijadikan korban bisnis oleh negara. Warga Papua menangis, sumber daya alamnya dijual murah ke Inggris.
"Agar fair dan tidak merugikan negara, pendapat saya, ini harus ditenderkan secara internasional dan bersaing dengan terbuka. Apalagi ini 60 persen dikuasai negara," ujar pengamat perminyakan, Kurtubi, Sabtu (3/11).
Menurutnya, pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) serta Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi hanya melakukan penunjukan terhadap BP Plc sebagai operator. Kalau melalui mekanisme penunjukkan, semestinya pemerintah menunjuk Pertamina.
“Ada baiknya SBY mengingat Pertamina sudah berpengalaman dan sudah berhasil membawa Lapangan Gas Badak Kaltim tanpa menggunakan APBN. Ini tanpa kecelakaan lebih dari 30 tahun dan sudah berhasil menjual dengan harga yang mahal ke Jepang," tutur Kurtubi.
Sedangkan penguasaan LNG Tangguh diserahkan ke pihak swasta selama ini negara malah dirugikan. Hasil produksinya dijual dengan harga murah ke China. "Cara-cara ini semestinya digugat. Kalau ada ruang, ini harus dibatalkan. Apalagi pemerintah SBY yang tinggal dua tahun lagi. Ini berpeluang besar dituntut keras oleh penerus bangsa yang akan datang," papar Kurtubi.
Sejauh ini sudah ada bantahan pihak Istana tentang barter pemberian konsesi proyek gas Tangguh Train 3 kepada British Petroleum dengan pemberian gelar Knight Grand Cross in the Order of Bath. Namun hal itu masih belum berhasil menepis anggapan publik bahwa SBY sudah melakukan barter gas Tangguh dengan gelar yang diterimanya dari Ratu Elizabeth II, Inggris itu. [mdr]
http://nasional.inilah.com/read/detail/1923404/gelar-ksatria-sby-nasib-gas-papua#.UWed2meWLiw
No comments:
Post a Comment