RADIOAUSTRALIA/Ilustrasi |
“Negara selama ini membiarkan kondisi para tapol tersebut menderita,” ujar Koordinator Napas Marthen Goo, dalam diskusi Kontroversi Tapol Papua, Rabu (8/8) malam.
Catatan Napas maupun Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) terdapat sekitar 40 tapol maupun napol di penjara saat ini.
Empat orang yang sakit parah itu adalah Ferdinand Pakage (buta permanen), Filep Karma (tumor usus), Jefrai Murip (stroke), dan Kanisius Murip (hilang ingatan).
Napas juga menuding bahwa negara tak mau memberikan dana kepada Filep Karma yang akan melakukan operasi di Jakarta berdasarkan rujukan rumah sakit di Jayapura.
Akibatnya, beban biaya seluruhnya ditanggung keluarga tapol.
Koordinator Jaringan Damai Papua Peter Neles Tebay mengatakan masalah Papua tidak akan selesai dengan penangkapan. Menurutnya, yang diperlukan adalah dialog antara Jakarta-Papua.
Dia memaparkan selama ini para aktivis yang ditahan aparat keamanan selalu dikenakan Pasal 106 KUHP tentang makar, padahal itu tak menyelesaikan persoalan.
“Kalau pemerintah menangkap semua warga Papua, penjara harus dibikin lebih luas dan lebar,” ujarnya. “Tapi itu apakah dapat menyelesaikan persoalan?”
Dahana Putra, perwakilan dari Dirjen HAM Kementerian Hukum dan HAM mengatakan pemerintah terus melakukan pemajuan-pemajuan HAM terkait dengan para tahanan di penjara-penjara.
Menyangkut tahanan di Papua, dia mengakui terbatasnya dana untuk pengobatan para tahanan. “Kami berusaha semaksimal mungkin di tengah keterbatasan anggaran,” ujarnya. (Anugerah Perkasa/JIBI/yus/sae/mts)
No comments:
Post a Comment