Ia mengatakan, pemerintah Indonesia jangan terlalu emosi dan bereaksi berlebihan menanggapi hal tersebut. Pemerintah Inggris menghargai penentuan nasib sendiri dan ini mekanisme yang yang harus dihormati.
“Kecuali ada kantor OPM, dan Papua langsung merdeka, itu yang luar biasa. Memang betul pemerintah tidak bisa mendukung kedaulatan, namun negara-negara yang menghargai demokrasi mendukung hak berdemokrasi. Misalnya kita bilang orang Papua self determination itu negara apapun harus menghormati. Memang pemerintah Inggris belum mendukung secara resmi, tapi secara demokrasi sesuai mekanisme mereka menghargai penentuan nasib sendiri,” kata Buchtar Tabuni, Senin (6/5).
Selain itu menurutnya, perjanjian New York Agreement, One Man One Vote juga belum dilaksanakan baik dan hukum internasional dihargai oleh negara-negara lain. Mereka melihat dari sisi itu yakni hak untuk menentukan nasib sendiri, dan jika melihat dari sisi itu tidak melanggar.
Dikatakan, kantor OPM di Inggris bukan rahasia lagi. Pembinanya Walikota Oxford. Itu bagian dari kantor kampanye meski pemerintah Indonesi bereaksi dan menolak, namun di Inggris tak masalah karena itu hak demokrasi.
“Hanya pemerintah Indoenesia yang belum hargai demokrasi orang sehingga merespon dengan emosional. Kalau negara yang menghargai demokrasi itu hal biasa. Mereka mengerti selama tidak merugikan negara itu sendiri. Saya juga mau tekankan komentar gubernur baru. Terlalu kekanak-kanakan. Pemimpin tidak boleh komentar seperti anak kecil. Pemimpin kok sikapi emosional. Kumpulkan orang amber di Jakarta baru katakan orang Papua tidak mendukung dan konser di bundaran HI. Itu kurang ajar namanya. Dia gubernurnya orang Papua bukan orang Jakarta. Saya menyesal dengan sikap itu,” kata Buchtar Tabuni. (Jubi/Arjuna)
No comments:
Post a Comment