<div style='background-color: none transparent;'></div>
Home » » Setengah Abad, Masalah Papua Masih Meracuni Hubungan Antar Tetangga

Setengah Abad, Masalah Papua Masih Meracuni Hubungan Antar Tetangga

Michael Bachelard, Koresponden Fairfax media di Indonesia (Foto: www.theage.com.au)
Michael Bachelard, Koresponden Fairfax media di Indonesia (Foto: www.theage.com.au)

Oleh : Michael Bachelard*
Minggu lalu, Papua memperingati 50 tahun berada di bawah pemerintahan Indonesia, dan ada tiga peristiwa yang mengingatkan kita mengapa Papua adalah bagikan luka yang membusuk  di Indonesia, dan sekaligus menjadi penghalang serius hubungan Indonesia dengan bagian-bagian lain di dunia.
Berita bahwa ada tiga orang yang ditembak mati dalam acara peringatan yang dilarang itu bukanlah yang terutama dari peristiwa-peristiwa ini. Penembakan itu hampir tidak mengakibatkan riak gelombang di Indonesia atau di negara-negara Barat.
Tragisnya, beberapa kematian di sana-sini sudah merupakan hal biasa di Papua. “Penembakan itu sudah sesuai dengan prosedur,” demikian ujar juru bicara Polda Papua, AKBP I Gede Sumerta Jaya, kemudian, menurutnya, polisi menembak karena membela diri.
Orang-orang Indonesia di luar Papua mengetahui bahwa kemerdekaan politik adalah persoalan besar di provinsi mereka yang paling Timur itu, tetapi bagi mereka persoalan yang terutama di Papua adalah ekonomi.
Mereka percaya bahwa sudah banyak dana yang disalurkan, tetapi dampak yang ditimbulkannya sangat sedikit.  Mereka memang sadar tentang masalah Papua, tetapi mereka tidak ingin mengetahui lebih jauh, dan pers di Indonesia tidak punya cukup sumber daya, atau tidak punya nyali untuk melaporkan apa adanya.
Peristiwa kedua adalah suatu laporan pada akhir minggu lalu di majalah Good Weekend tentang anak-anak Papua yang diselundupkan dari provinsi yang mayoritas penduduknya Kristen itu ke Jawa, untuk dididik di pesantren-pesantren Islam.
Berita itu bisa saja meledak di suatu negara yang lumrah dengan kecurigaan antar agama, dan yang mengalami arus Islam garis keras yang semakin menguat. Sejumlah orang, baik yang beragama Kristen maupun Muslim, tampak terkejut dengan soal ini, tetapi pemerintah berupaya untuk tidak bereaksi sama sekali.
Peristiwa yang benar-benar mengejutkan adalah ketika pemipin gerakan kemerdekaan di pengasingan, Benny Wenda, membuka kantor kampanye di Inggris.  Ia menyewa gedung, menyelenggarakan upacara pembukaan, dan mengundang Walikota Oxford untuk menghadiri acaranya itu.
Terhadap peristiwa itu, seluruh kekuatan Indonesia langsung bergerak. Duta besar Inggris “dipanggil” untuk menghadap Menteri LuarNegeri Indonesia, Marty Natalegawa. Sejumlah komentar disampaikan oleh para anggota parlemen. Para pengunjuk rasa mengacungkan poster-poster yang bertuliskan, “Inggris mendukung [Papua Merdeka], Indonesia mendukung IRA. ”Pembicaraan dilakukan secara serius untuk mencari jalan terbaik “mengisolasi Benny Wenda,” seseorang yang sebelumnya diburu di Papua dan diancam untuk dibunuh, dan pemerintah Indonesia mengeluarkan perintah palsu Interpol untuk menangkapnya – namun perintah itu tidak berlaku.
Penjelasan yang diberikan oleh Menlu Inggris William Hague kepada Natalegawa pada dasarnya sama dengan yang sudah sering didengar dari para politisi di seluruh dunia, termasuk di Australia” ”Kami menghormati integritas wilayah Indonesia … Bagi kami, Papua adalah bagian dari Indonesia.”
Tetapi bagi salah seorang politisi yang berpengaruh, HajriyantoThohari, hal itu tidak cukup memuaskannya.Ada baiknya kita mengutip lengkap kata-katanya, karena jarang-jarang politisi penting Indonesia menyampaikan hal itu dengan begitu tegas.
”Kita sering mendengar, bahwa, secara resmi, para pemimpin internasional … mendukung Papua sebagai bagian dari Indonesia. Tetapi, lihatlah Timor Timur yang keluar dari Indonesia beberapa waktu lalu – berapa banyak negara Barat di dunia yang menegaskan bahwa mereka mendukung kedaulatan kita. Tetapi di dalam perjalanannya, dengan intervensi bangsa-bangsa asing, kita kehilangan provinsi itu.
‘Negara-negara Barat itu selalu begitu;  mereka tidak bias dipercaya 100 persen.”
Hajriyanto adalah Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat, ia berasal dari Partai Golkar, yang adalah bagian dari koalisi pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, yang sebelumnya adalah kendaraan politik Presiden Suharto.
Dengan pandangan seperti ini, jelas bahwa Papua tetap akan menajdi masalah yang berat bagi Australia.
*Koresponden Farfax Media di Indonesia
=============================================================================================
Artikel ini diterjemahkan dari artikel bahasa Inggris yang dimuat di harian berpengaruh Australia, Sydney Morning Herald. Untuk yang berminat membaca artikel asli langsung di internet, bisa mengunjungi disini. Penerjemahan ke dalam bahasa Indonesia dilakukan seakurat mungkin oleh Martyr Papua.
Share this article :

No comments:

 
Copyright © 2011. Tuan Tanah Papua News . All Rights Reserved
Company Info | Contact Us | Privacy policy | Term of use | Widget | Advertise with Us | Site map
Template Modify by Creating Website. Inpire by Darkmatter Rockettheme Proudly powered by Blogger