<div style='background-color: none transparent;'></div>
Home » » BUKU MATI ATAU HIDUP ORANG PAPUA DILUNCURKAN

BUKU MATI ATAU HIDUP ORANG PAPUA DILUNCURKAN

Suasana Peluncuran Buku Mati Atau Hidup karya Markus Haluk (Jubi/Mawel)

Jayapura, 23/4 (Jubi)- Buku berjudul ‘Mati atau Hidup: Hilangnya Harapan Hidup dan Hak Asasi Manusia di Papua’ karya Markus Haluk diluncurkan. Buku ini merupakan rekaman kekerasan negara di Papua sejak 2008-2012.
Markus Haluk mencatat 12 jenis kekerasan Negara di Papua. “Saya catat ada 12 jenis kekerasan. Pembunuhan, penagkapan, Pemenjarahan, penolakan suaat izin aksi, penghadangan aksi, pembubaran demontrasi, pembatasan jurnalis asing masuk ke Papua,” kata Markus dalam sambutannya dalam pembukaan peluncuran buku yang berlangsung di Auditorium Universitas Cendrawasih Jayapura, Selasa (23/4).
Empat orang membedah buku Mati atau Hidup ini. Keempat orang tersebut masing-masing  Yorris Raweyai anggota DPR RI, Benny Giyai intelektual Papua, Yosepha Alomang aktivis HAM Perempuan Papua dan Victor Mambor ketua Aliansi Jurnalis Indepen (AJI) Biro Kota Jayapura.
Para pembedah buku melihat isi buku dari prepektif masing-masing. Yoris Raweyai melihat dari sisi sejarah perjalanan kekerasan di Papua. “Kekerasan yang terekam di dalam buku ini adalah persoalan klasik yang menjadi keprihatinan orang Papua,” ujarnya.
Benny Giyai lebih menyoroti petingya sikap optimism orang Papua untuk keluar dari kekerasan yang tak berujung ini. “Kita harus optimis membangun Papua baru,” tuturnya.
Aktivis perempuan Papua, Mama Yosepha Alomang berharap,  kekerasan yang terekam dalam buku ini memperlihatkan pemerintah Indonesia tidak mempunyai hati untuk orang Papua. “Pemerintah tidak punya hati,” tegasnya. Peresiden, Kapolri serta Panglima diharap membangun Papua dengan hati.
Semntara itu, ketua Aliansi Jurnalis Independen Biro Kota Jayapura, Victor Mambor mengatakan, peristiwa-peristiwa yang terjadi adalah tugas jurnalis untuk medorong. Namun, media di Papua tidak murni. “Banyak media di Papua yang memberikan ruang yang bukan jurnalis. Ini menjadi persoalan,” katanya.
Bukan hanya jurnalis lokal, lanjut dia, jurnalis asing pun tidak mendaptkan izin masuk meliput di Papua tanpa alasan. ”Tidak ada hukum jurnalis Asing masuk ke Papua namun faktanya mereka sulit ke Papua,” ujarnya. Sekalipun yang ke Papua dideportasi,  liputanya diawasi pihak lain. (Jubi/Mawel)

 sumber:tabloidjubi.com
Share this article :

No comments:

 
Copyright © 2011. Tuan Tanah Papua News . All Rights Reserved
Company Info | Contact Us | Privacy policy | Term of use | Widget | Advertise with Us | Site map
Template Modify by Creating Website. Inpire by Darkmatter Rockettheme Proudly powered by Blogger