Markus Haluk mencatat 12 jenis kekerasan Negara di Papua. “Saya catat ada 12 jenis kekerasan. Pembunuhan, penagkapan, Pemenjarahan, penolakan suaat izin aksi, penghadangan aksi, pembubaran demontrasi, pembatasan jurnalis asing masuk ke Papua,” kata Markus dalam sambutannya dalam pembukaan peluncuran buku yang berlangsung di Auditorium Universitas Cendrawasih Jayapura, Selasa (23/4).
Empat orang membedah buku Mati atau Hidup ini. Keempat orang tersebut masing-masing Yorris Raweyai anggota DPR RI, Benny Giyai intelektual Papua, Yosepha Alomang aktivis HAM Perempuan Papua dan Victor Mambor ketua Aliansi Jurnalis Indepen (AJI) Biro Kota Jayapura.
Para pembedah buku melihat isi buku dari prepektif masing-masing. Yoris Raweyai melihat dari sisi sejarah perjalanan kekerasan di Papua. “Kekerasan yang terekam di dalam buku ini adalah persoalan klasik yang menjadi keprihatinan orang Papua,” ujarnya.
Aktivis perempuan Papua, Mama Yosepha Alomang berharap, kekerasan yang terekam dalam buku ini memperlihatkan pemerintah Indonesia tidak mempunyai hati untuk orang Papua. “Pemerintah tidak punya hati,” tegasnya. Peresiden, Kapolri serta Panglima diharap membangun Papua dengan hati.
Semntara itu, ketua Aliansi Jurnalis Independen Biro Kota Jayapura, Victor Mambor mengatakan, peristiwa-peristiwa yang terjadi adalah tugas jurnalis untuk medorong. Namun, media di Papua tidak murni. “Banyak media di Papua yang memberikan ruang yang bukan jurnalis. Ini menjadi persoalan,” katanya.
Bukan hanya jurnalis lokal, lanjut dia, jurnalis asing pun tidak mendaptkan izin masuk meliput di Papua tanpa alasan. ”Tidak ada hukum jurnalis Asing masuk ke Papua namun faktanya mereka sulit ke Papua,” ujarnya. Sekalipun yang ke Papua dideportasi, liputanya diawasi pihak lain. (Jubi/Mawel)
sumber:tabloidjubi.com
No comments:
Post a Comment